Cepat atau lambat sumber energi yang berasal dari minyak bumi akan
habis. Pemerintah menyatakan cadangan minyak Indonesia saat ini cuma bertahan
untuk 10 tahun lagi. Saatnya masyarakat berhemat dan beralih menggunakan energi
alternatif.
Bioetanol dapat menjadi sumber energi alternatif. Cara pembuatannya
cukup mudah. Tidak membutuhkan peralatan yang mahal. Adalah Soelaiman
Budi Sunarto yang berhasil menyulap limbah pabrik gula menjadi bahan bakar
bioetanol.
Bahan-bahan yang diperlukan adalah tetes tebu(limbah pabrik gula dengan
kadar gula 50 persen), urea, NPK, Fermipan (ragi roti) dan air. Proses pengolahan
diawali dengan mencampur tetes tebu dengan ragi, urea, NPK dan air. Campuran
ini diendapkan lebih dulu selama sepekan agar mengalami fermentasi. Cairan ini
akan berbau harum seperti tape. Hasil fermentasi ini kemudian disuling hingga
menghasilkan tetesan cairan yang mengandung gas. Hasil penyulingan ini disuling
sekali lagi. Dan pada distilasi terakhir
ditambahkan kapur tohor (kapur bangunan) secukupnya. Tujuannya untuk mengurangi
kadar air yang masih tersisa. Hasilnya adalah larutan bioetanol dengan kadar
alkohol 80 persen. Cairan ini dapat digunakan sebagai bahan bakar pengganti
bensin,
"Dibandingkan dengan bensiun premium, bahan bakar etanol ini lebih
ramah lingkungan karena tidak menimbulkan karbondioksida," kata Budi.
Pimpinan lembaga “Agro Makmur”
ini telah menguji coba penemuannya pada sepeda motor 2 tak dengan beban 2 orang
yang berboncengan. Hasilnya, satu liter bioetanol dengan kadar alkohol 80-85
persen mampu menempuk jarak 35 km. Sedangkan pada sepeda motor 4 tak, dengan beban yang sama, jarak yang
ditempuh lebih jauh lagi, yaitu 40 km.
Warga Karanganyar, Solo, ini juga mengujicoba pada mesin genset 1000 watt, ternyata satu liter
bioetanol dapat menyalakan lampu dengan daya 500 watt selama 50 menit . Sedangkan pada genset 2500 watt mampu
menyala dalam waktu 30 menit dengan beban yang sama.
Selain untuk bahan bakar kendaraan, bioetanol cair juga dapat digunakan
sebagai pengganti minyak tanah. Untuk kebutuhan ini, penyulingan cukup
dilakukan sekali. Cara pemakaiannya dapat menggunakan kompor minyak biasa yang
telah dicabuti sumbunya. Cairan bioetanol dituangkan pada bagian atas kompor.
Tidak perlu banyak-banyak. Setelah itu dinyalakan menggunakan korek api. Kompor
siap digunakan untuk memasak. Kekurangan kompor model ini adalah, tingkat panas
api yang tidak dapat diatur. Karena itu, Budi menciptakan kompor berbahan bakar
bioetanol yang memiliki tombol pengatur panas. Dia menamai ciptaannya itu
kompor bahenol.
Selain tetes tebu, bioetanol juga dapat menggunakan bahan baku lain,
sesuai dengan potensi lokal. “Yang penting kandungan gulanya tinggi,” kata
Budi. Berikut ini bahan baku yang dapat dipakai dan jumlah etanol yang
dihasilkan untuk setiap 1 ton bahan baku: Ubi kayu (166,6 liter), ubi jalar (125
liter), jagung (400 liter),dan sagu (90 liter).
Budi melakukan inovasi itu dilandasi semangat untuk menaikkan martabat
bangsa. Dia prihatin melihat harga minyak bumi yang terus meroket. “Bayangkan,
harga minyak dunia itu kan sama. Penduduk yang ada di pelosok desa harus
membeli minyak dengan harga yang hampir sama dengan minyak harus dibeli oleh
orang di New York. Apakah itu adil?” gugat Budi. Itu sebabnya, dia tergugah
untuk mencari sumber energi alternatif. “Jika bangsa Indonesia mampu memenuhi
kebutuhan energi secara mandiri maka martabat bangsa juga akan terangkat,”
pungkas Budi mengakhiri bincang-bincang dengan Purnawan dari majalah Gema
Kreasi Indonesia.
Ongkos produksi bioetanol dengan kapasitas produksi 400 liter
Tetes 1200 kg = Rp. 1.200.000,-
Ragi 1 kg = Rp. 66.000,-
Urea 400gr = Rp. 800,-
NPK 200 gr = Rp. 700,-
Listrik & Air = Rp. 10.000,-
Tenaga Kerja 3 HOK= Rp. 75.000,-
Serbuk gergaji 12sak = Rp. 48.000,-
Penyusutan alat/hari = Rp. 21.906,-
Total = Rp. 1.422.406,-
Harga Pokok Produksi = Rp. 1.422.406,-/400 liter = Rp 3.555,-/liter
Posting Komentar