Tak pernah ada kesuksesan
yang tiba-tiba turun dari langit. Begitu juga yang terjadi pada The Hilton International Company. Ia
tidak tiba-tiba menjelma menjadi salah satu jaringan hotel terbesar di dunia.
Ada sebuah perjuangan tak kenal lelah serta iman teguh tak tergoyahkan yang dimiliki
oleh Conrad Nicholson Hilton, sang pendiri sekaligus pemiliknya.
Pekerja Keras
Kerja keras sepertinya
sudah mendarah daging pada keluarga Hilton. Sang ayah, A.H. Hilton adalah imigran
asal Norwegia yang tekun bekerja
mengembangkan toko serba ada miliknya untuk menghidupi keluarga. Hilton yang
lahir 25 Desember 1887 di San Antonio,
sebuah kota kecil di New Mexico sejak muda sudah dididik ayahnya menjadi
seorang pekerja keras. Ia ikut membantu ayahnya mengelola toko. Selain membuka
toko, sang ayah juga membuka rumah mereka untuk penginapan para salesman dari
luar kota. Inilah awal Hilton bersentuhan dengan usaha penginapan.
Sang ayah tak hanya
seorang pekerja keras tetapi juga seorang pendoa yang tekun. Hilton muda
mewarisi keduanya. Didikan Katolik tertanam kuat dalam dirinya. Sebuah warisan
sekaligus bekal yang amat berharga dalam hidupnya kelak. Pada usia 23, setelah
11 tahun bekerja membantu sang ayah, Hilton mulai gelisah. Ia tidak ingin terus
menerus menjadi bayangan dari ayahnya. Ia ingin mengejar impiannya sendiri.
Pemimpi Besar dan Pendoa Tekun
Impian baru mulai ia
ciptakan. Setelah ayahnya meninggal pada 1918, Hilton mengawali langkahnya mewujudkan
mimpi itu. Ketika ayahnya meninggal, Hilton tengah bertugas di Perancis sebagai
tentara dalam Perang Dunia I. Ia berdoa dan meminta hikmat dari Tuhan. Ia lalu membeli
Hotel Mobley yang mempunyai 40 kamar di Cisco, Texas. Inilah yang menjadi pijakan
awal bagi kerajaan bisnis hotelnya yang mendunia.
Hilton mengembangkan
bisnis hotelnya melalui tiga tahap: pertama
dengan menyewa dan merenovasi hotel tua, kedua mendirikan hotel baru di atas
tanah yang disewa, terutama di Texas, dan ketiga
membeli hotel dengan harga murah. Ketiga langkah ini terbukti berhasil
membawa bisnis hotelnya berkembang menjadi salah satu jaringan bisnis hotel
terbesar di dunia.
Keyakinan Hilton pada ketiga langkah itu seperti pula keyakinannya pada
Trinitas, satu hal yang sangat berpengaruh dalam kehidupannya. Hubungan yang
mendalam dengan Tuhan merasuk kuat dalam kehidupan pribadi dan juga bisnisnya.
Ini yang membuat Hilton mampu melewati masa-masa sulitnya.
Bisnis Hilton tidak luput dari krisis keuangan yang melanda seluruh
dunia pada masa itu. Ia nyaris bangkrut. Tak hanya itu, tahun 1934, pernikahan
pertamanya dengan Maria Adelaide Baron yang telah dibangun selama sembilan
tahun juga hancur. Pernikahan ini menghasilkan tiga putra, Conrad Nicholson, Jr., William
Baron dan Eric Michael. Dari garis keturunan inilah lahir sosialita Paris
Hilton dan Nicky Hilton.
Kegagalan yang Tak Menghancurkan
Ya, bagaimana pun Hilton bukanlah manusia yang sempurna. Ia sukses
membangun kerajaan bisnis hotelnya namun tidak dalam membina keluarga. Setelah
perceraiannya dengan Maria, tahun 1942, ia menikahi aktris Hungaria Zsa Zsa
Gabor dan memiliki satu putri, Francesca. Pernikahan ini hanya bertahan tiga
tahun saja. Beberapa tahun kemudian, Hilton kembali menikah dengan Mary Frances
Kelly dan lagi-lagi berakhir dengan perceraian. Kegagalannya dalam membangun
keluarga ini membuat Hilton dilarang mengikuti sakramen dalam gereja Katholik.
Hilton mengakui kegagalannya dalam membangun keluarga namun itu tidak
membuatnya mundur. Ia terus tekun bekerja dan berdoa dalam mengejar impian
besarnya. Jaringan bisnis hotelnya tersebar ke banyak negara, termasuk
Indonesia. “Pria sukses harus terus maju apa pun yang terjadi dalam
kehidupannya. Mereka mungkin saja sudah membuat kesalahan tetapi mereka tidak berhenti,”
ujarnya.
Berbagi Dengan Sesama
Sebagai bentuk rasa cinta pada Tuhan, Hilton tidak hanya giat menambah
pundi-pundinya ia juga bergerak membantu sesama manusia yang kurang beruntung.
Melalui The
Conrad N. Hilton Foundation yang didirikan tahun 1944,
Hilton menyediakan dana untuk organisasi nirlaba yang berfokus pada pengentasan
kemiskinan, utamanya para tunawisma dan
orang-orang miskin di seluruh dunia. Ia juga mendukung penuh kegiatan para
suster Katolik di berbagai belahan dunia. Hilton memang menaruh perhatian besar
pada suster Katolik karena mereka berperan penting dan berpengaruh besar dalam
kehidupan Hilton.
Menjelang
akhir hidupnya, Hilton meninggalkan hampir seluruh kekayaannya pada yayasan. Ia
menulis sebuah pernyataan pada surat wasiatnya,”Ada sebuah hukum alam, hukum ilahi, yang mewajibkan
Anda dan saya untuk meringankan penderitaan orang miskin. " Hilton
meninggal pada usia 91 di Santa Monica, California. Ia meninggalkan sebuah
warisan yang sangat berharga bagi dunia, prestasi dalam bisnis jaringan hotelnya
dan juga pekerjaan amal untuk orang miskin. Kisahnya hidupnya telah ia tulis
dalam sebuah buku, Inspirasi dari Pemilik
Penginapan. Ia juga menulis sebuah puisi, Amerika Berlutut yang pertama kali diterbitkan tahun 1952.
Posting Komentar