Headlines News :
Home » » PROFESIONAL

PROFESIONAL

Written By Purnawan Kristanto on Jumat, 04 Januari 2013 | 00.39






Jahja B Soenarjo, Chief Consulting Officer DIREXION
Ketika berusia 17 tahun, saya memantapkan hati untuk memilih jurusan manajemen bagi pendidikan saya. Saya memilih jurusan tersebut karena saya gemar membaca berita seputar bisnis dan manajemen. Saya juga tertarik untuk mendalami ilmu hukum, karena melihat keberhasilan seorang Notaris yang populer saat itu, Kartini Muljadi SH. Saya pun mendaftar di dua perguruan tinggi, Universitas Tarumanegara dengan jurusan Ekonomi dan Universitas Indonesia dengan jurusan Hukum. Dan saya diterima di kedua-duanya. Namun tujuan dan cita-cita menjadi ‘sarjana dobel’ kandas, karena jarak kedua kampus yang sangat jauh dan tidak memungkinkan saya untuk kuliah rangkap. Akhirnya, saya harus mengurbankan salah satu, saya memilih melepaskan peluang menjadi seorang Sarjana Hukum, yang notabene di bayangan saya, bisa mendalami hukum bisnis suatu spesialisasi yang masih langka.

Setelah menyelesaikan Pascasarjana, saya (saat itu berumur 24 tahun) langsung diterima bekerja di sebuah grup perusahaan. Saat itu juga saya memantapkan tujuan baru saya: “Berkarir sebagai Professional dan dalam waktu 10 tahun harus meraih posisi puncak, agar pada usia 40 tahun saya bisa menjadi Konsultan. Di awal karier, saya bekerja dengan gaji kecil. Padahal di samping itu, ada banyak perusahaan ternama lain yang bersedia menerima saya dengan gaji besar. Hal itu saya lakukan, karena saat itu saya merasa tertantang untuk berkarir di  perusahaan dengan kondisi sangat parah.

Yang menarik dari pilihan tersebut adalah ketika saya harus ‘kembali sekolah’ untuk yang ketiga kalinya setelah Pascasarjana. Sekolah yang saya maksudkan adalah belajar langsung pada dunia nyata menyelamatkan perusahaan-perusahaan sakit, menyehatkannya dan membesarkan perusahaan tersebut, bahkan turut berperan dalam menembus pemasaran global dan joint-ventures. Kelompok perusahaan ini tidaklah seperti konglomerasi besar, namun cukup solid dan sejak awal bergabung, saya telah mencium udara profesionalisme yang coba dihembuskan oleh sang pemilik yang notabene adalah generasi kedua yang mencoba mengikis budaya perusahaan keluarga. Dan nyatanya dengan pimpinan dan berkat Tuhan yang sangat luar biasa, walau jatuh bangun, saya meraih posisi puncak tersebut kurang dari lima tahun dan bahkan saya mengundurkan diri saat memasuki tahun kesembilan dalam karier saya di grup tersebut dengan jabatan Eselon Direksi. Selanjutnya saya berwirausaha sebagai konsultan dan menjadi komisaris di sebuah perusahaan swasta.

Pengalaman kerja di grup tersebut menjadi pengalaman yang sangat berharga dan saya banyak menimba ilmu serta mempelajari kultur perusahaan, termasuk kultur perusahaan Jepang. Saya sangat mengidolakan perusahaan seperti Toyota dan Grup Astra yang terkenal dengan sistem manajemennya yang baik dan professional. Saya berusaha mencari informasi, mempelajari dan mengambil kunci-kunci yang dapat diterapkan. Pembelajaran aplikatif ini memang sangat bermakna di mana akhirnya menjadi titik tolak bagi saya untuk merintis bisnis konsultan manajemen yang berbasis kasus aktual klien serta implementasi solusi. Dan salah satu hal yang sangat mendasar selama pembelajaran di awal karir saya itu adalah  profesionalisme.

Profesionalisme bukanlah sebuah pengertian ‘bayaran’ sebagaimana layaknya sebutan ‘manajer profesional’, pasti dibayar mahal. Profesionalisme bukan juga pemaknaan gengsi, sehingga bila disebut ‘profesional’ pasti hebat dan memiliki derajat yang tinggi. Profesionalisme dalam dunia bisnis adalah atribut yang melekat pada individu yang mampu memenuhi 4 (empat) kriteria berikut.

Karakter. Kriteria yang pertama ini sangat fundamental, karena karakter akan menentukan bagaimana kualitas sikap dalam bekerja, kualitas kepemimpinan, serta potensi yang dapat dikembangkan. Kejujuran, kemauan keras (ulet), integritas, berani dan disiplin adalah atribut-atribut yang paling sering ditekankan dalam membangun profesionalisme. Bayangkan bila seorang manajer sering datang terlambat, atau suka membuang waktu untuk hal-hal yang tidak produktif (merokok, bermain Blackberry messenger, twitter, browsing, chatting), atau seorang manajer yang setiapkali menghadapi masalah selalu menghindar atau mundur karena takut risiko? Bagaimanakah budaya perusahaan yang akan terbentuk dengan manajer seperti itu?

Kompetensi. Menuju profesionalisasi dalam era konglomerasi, kualitas sumber daya manusia (SDM) sangatlah penting. Loyalitas, pengalaman serta masa kerja tidak dapat lagi dijadikan tolak ukur utama. Dunia sudah berubah begitu cepat dan dinamis, peta kompetensi juga bergeser, orang-orang ‘gaptek’ pun sudah mulai tergeser oleh teknologi (bukan orang). Hanya orang-orang yang ‘haus belajar’ akan terus mengasah kompetensinya melalui pembelajaran yang berkelanjutan. Stay hungry, stay foolish, demikian kata mendiang Steve Jobs.

Komitmen. Setiap orang memiliki tujuan dan target, begitu juga dengan kaum profesional, juga harus berani menerima target sebagai tantangan. Dalam hal ini dibutuhkan komitmen yang tinggi untuk berusaha keras mencapai target tersebut. Di beberapa perusahaan klien, saya mengajarkan bagaimana komitmen menjadi sangat penting dan ikut menentukan nasib perusahaan dan harus dimulai dari atas ke bawah (top-down), sebagaimana halnya Jack Welch membudayakan komitmen di jajaran manajemen General Electric yang dimulai dari dirinya.

Konsistensi. Setiap perjalanan kita akan diuji oleh waktu dan masalah. Konsistensi adalah sikap yang akan menunjukkan apakah kita tetap fokus kepada tujuan dan menjaga agar semua tetap berjalan di atas rel (on-the-track), termasuk dalam hal menjalankan suatu sistem dan prosedur, sehingga sistimatika manajemen dapat berjalan baik.

Keempat kriteria tersebut sering saya tekankan di berbagai ceramah saya di dalam perusahaan, baik dalam rapat kerja ataupun sessi lokakarya. Saya mencoba melakukan assesmen sederhana, dan hasilnya? Umumnya profesionalisme belum dipahami, baik oleh pengusaha maupun manajernya. Wah, mau kemana perusahaan ini? Tapi saya tetap kagum, perusahaan yang tidak profesional masih bertahan, meski entah sampai kapan .





Penulis adalah konsultan dan fasilitator, dapat dihubungi melalui:  cco@direxionconsulting.com
Share this post :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Majalah Gema Kreasi Indonesia - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger