Headlines News :

Henny Restiorini:Ternak Ayam itu Mudah, tapi Butuh Modal Besar



Sekarang ini ada banyak anak muda yang menganggur. Mereka sulit mencari pekerjaan. Sebenarnya mereka bisa membuka lapangan kerja untuk diri sendiri. Salah satunya dengan beternak ayam. Untuk beternak ayam tida dibutuhkan keahlian khusus. “Asal mereka mau tekun dan bekerja keras, mereka pasti bisa,” kata Henny Restiorini seorang pengusaha peternakan ayam dari Bandung.





Namun dia mengakui bahwa untuk beternak ayam sekarang ini membutuhkan modal usaha yang sangat besar. Untuk itulah, pihaknya membuat sistem kemitraan dengan masyarakat. Pihaknya menyediakan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk pemeliharaan ayam. Sedangkan pihak masyarakat hanya bertugas memeliharai anak ayam hingga menjadi ayam yang siap dipotong. “Dengan sistem ini, masyarakat tidak perlu pusing memikirkan fluktuasi harga daging ayam. Jika dalam dalam pemeliharaan itu mengalami kerugian karena harga daging ayam anjlok atau harga pakan meroket tinggi, maka kerugian itu akan ditanggung oleh pengusaha saja. Masyarakat yang memelihara tetap mendapatkan penghasilan. Ini adalah uang talangan yang akan diperhitungkan pada periode pemeliharaan berikutnya. Jika pada  panen berikutnya. mendapatkan keuntungan, maka keuntungan ini dinikmati bersama antara masyarakat dan pengusaha. Akan tetapi jika ada keuntungan maka pertama-tama keuntungan itu untuk mengganti uang talangan jika sebelumnya merugi, Kemudian diberikan bonus. Bonus inilah yang menjadi daya tarik khusus bagi para pekerja dan dimaksudkan supaya mereka tetap dapat bekerja dengan baik tanpa ada yang mengawasi,” papar anggota jemaat GKI Taman Cibunut ini.
Henny terjun ke bisnis peternakan ini dilandasi oleh kecintaannya kepada hewan. Bersama dengan suami, Henny mengawali usaha dengan pembibitan anak ayam (breeding) padahal mereka tidak banyak memiliki pengetahuan di bidang ini. Usaha ini bertahan sampai 5 tahun sebelum akhirnya beralih ke usaha peternakan ayam petelur. Mereka mendapatkan penghasilan dengan menjual telur ayam.
Saat itu ada seorang insinyur yang memberikan inspirasi untuk membuat sendiri pakan ayam sendiri. Akan tetapi usaha pembuatan pakan ini tidak bertahan lama karena tergerus oleh gelombang pakan pabrikan. Mereka kemudian mendapat tawaran keagenan penuh sabagai distributor pakan ayam pabrikan. “Awalnya kami hanya mendapat orderan sekitar 2-3 ton di sekitar Bandung,” ungkap penyandang titel apoteker ini,” setelah itu meningkat sampai ribuan ton karena kami melakukan ekspansi pemasaran sampai Cirebon dan Tasikmalaya.


Ketika krisis ekonomi menghempas Indonesia, usaha distribusi pakan ayam ini mengalami kesulitan likuiditas. “Pembayaran dari peternak mengalami kemacetan karena mereka merugi dan tidak mampu,” ujar Henny. Demi menjaga integritas, Henny dan suami memutuskan untuk tetap membayar ke tagihan ke pabrik. Akibatnya mereka mengalami kesulitan keuangan.
Mereka pun menutup usaha distribusi pakan ternak ini dan mulai usaha peternakan ayam potong. Saat ini mereka memiliki kandang ayam di beberapa tempat, antara lain di Ciparay, Majalaya, Lembang, dan Cianjur. Pada setiap kandang, ibu kelahiran Solo ini menempatkan satu kepala kandang yang membawahi 3-5 orang yang disebut anak kandang. Setiap kepala kandang bertanggung jawab atas 15 ribu ekor ayam. Sedangkan setiap anak kandang memelihara 4-5 ribu ekor ayam. Setiap orang ini akan mendapatkan penghasilan berdasarkan jumlah ayam yang ditangani, ditambah dengan bonus bila setelah panen mendapatkan keuntungan besar.
Henny menjual ayam potong setelah berumur 32 hari. “Kami sudah memiliki market tersendiri untuk menyerap hasil panennya. Kami menjualnya dalam jumlah besar ke penyalur. Kami tidak menjual eceran ke restoran-restoran. Selain karena jumlahnya kecil,hal ini akan membuat koneksi dengan para penyalur tidak baik,” tuturnya.
Sebagai usaha keluarga, bisnis seperti ini memerlukan seni pengelolaan tersendiri. Ada kemungkinan persoalan yang timbul pada dunia usaha ini merembet ke wilayah keluarga dan mengganggu relasi antar keluarga. Bagaimana Henny mengantisipasi ini? “Saya melakukan pembagian tugas yang jelas dengan suami. Suami bertugas untuk menangani masalah keuangan. Sedangkan saya bertanggungjawab terhadap pengelolaan kandang. Sesekali memang terjadi perselisihan kecil namun biasanya hal itu dapat diselesaikan dengan membicarakannya.” Henny juga menerapkan asas Alkitab yaitu istri tunduk kepada suami. “Suatu kali saya pernah membuat keputusan sendiri, tanpa sepengetahuan suami. Akibatnya, Tuhan menegur saya. Setelah itu saya selalu bertanya kepada suami jika harus membuat keputusan yang penting,” tambah Henny.
Pada mulanya anak-anak Henny tidak ada yang berminat untuk melanjutkan bisnis orang tuanya. “Barangkali hal ini karena keluarga kami tidak tinggal di dekat peternakan, sehingga anak-anak tidak tumbuh di peternakan. Waktu kecil, anak-anak tidak suka ke peternakan. Mereka tidak tahan pada bau kotoran ayam,” terang Henny. Waktu itu hanya anak kedua dan ketiga yang  berminat melanjutkan bisnis ini. Sementara itu, anak pertama lebih senang menekuni bisnis di bidan real estate. Akan tetapi 8 tahun kemudian, dia pun mulai menunjukkan ketertarikan pada bisnis orangtua mereka. Penyebabnya bukan karena bujukan orangtua melainkan karena ketidaksengajaan. Saat itu salah satu kenalan dari anak pertama ini menceritakan tentang keberhasilan usaha orangtuanya. Hal ini memicu perasaan anak sulung ini. Barulah kemudian si anak menanyakan kepada ibunya tentang seluk beluk usaha peternakan ayam potong. Meski sama-sama menekuni bisnis peternakan ayam potong, namun di antara anak dan orangtua ini mengelola kandang di lokasi yang berbeda.

 

Henny di Mata Jeffrey, anaknya
“Saya mengikuti jejak mami dalam berusaha ayam potong ini baru beberapa tahun terakhir. Pertama kali terjun ke dunia peternakan ayam potong, saya ditempatkan di Cianjur untuk mengurus kandang. Saya harus memulai mengurus dari pekerjaan paling rendah dengan tujuan supaya saua mengetahui seluk-beluk usaha ini.
Di dalam mengelola peternakan ini, mami memiliki sikap terbuka. Dia membuka diri pada pikiran dan pengetahuan baru. Selain itu juga terbuka dalam menularkan pengalaman dan pengetahuannya. Kami mengelola lahan secara terpisah. Masing-masing bertanggungjawab pada lahannya sendiri. Meskipun demikian, bila ada salah satu yang mengalami keberhasilan, maka faktor sukses itu dibagikan kepada yang lain  sehingga bisa dicoba di masing-masing lokasi.


Dari mami, saya juga mendapatkan pelajaran bahwa lingkungan sosial sangat mempengaruhi keberhasilan peternakan ayam ini. Untuk itu peteran harus benar-benar memahami karakter sosial, mental dan gaya hidup masyarakat yang tinggal di sekitar kandang. Jika di daerah itu ada premannya, maka kita harus pintar-pintar dalam menjalin hubungan dengan mereka supaya mereka tidak menjadi faktor pengganggu.
Di dalam kandang sendiri, peternak juga harus mengantisipasi pekerja kandang yang nakal. Kami mendapati ada pekerja yang mencuri ayam. Modusnya, mereka melaporkan ada ayam yang mati. Pada kenyataannya, ayam itu sebenarnya masih hidup dan dijual sendiri.

Motivator Agar si Miskin Menabung





Kalau Anda ditawari produk tabungan dengan bunga nol persen, apa tanggapan Anda? Anda mungkin berpikir, apakah orang yang menawarkan ini sudah gila? Tunggu dulu, penawaran ini masih ditambahi ketentuan lagi: Anda akan dibebani biaya administrasi. Bagaimana? Mungkin Anda akan berkata alay: Ciyus? Miapah? (Serius? Demi apa?)
Produk tabungan ini serius dan benar-benar ada. Adalah Joseph Tjandra Irawan yang menciptakan ide gila ini. Dia prihatin melihat sebagian besar masyarakat di Indonesia tidak bisa mengakses layanan perbankan. “Untuk menabung di bank, ada syarat jumlah minimum setoran pertama. Setelah itu, ada syarat jumlah minimum uang setoran tabungan. Hal ini menyulitkan masyarakat kalangan bawah untuk menabung di bank, “ papar Irawan saat ditemui Purnawan dan Lusiana di kediamannya di kawasan Sariharjo, Ngaglik, Sleman-DIY.
Untuk itulah dia membuat produk tabungan bagi lapisan masyarakat bawah. Tabungan ini tidak mensyaratkan jumlah minimum setoran. “Berapa pun jumlah uang yang disetor, kami terima. Bahkan hanya setor Rp. 500,- pun tetap diterima,” jelasnya. Tabungan ini merupakan salah satu produk dari BPR Ukabima (Usaha Karya Mandiri).
Ukabima didirikan pada tahun 1996 dengan visi untuk pemberdayaan masyarakat miskin, khususnya perempuan di daerah pedesaan, supaya mereka mampu mengatur kehidupan mereka sendiri dan meningkatkan standard hidup mereka dengan investasi ekonomi produktif. Ukabima sendiri merupakan warisan dari program keuangan mikro yang dikelola oleh Catholic Relief Services (CRS) Indonesia. Saat ini, ada lima pemegang saham Ukabima yang mewakili berbagai komunitas di Indonesia. Karena tujuan awalnya adalah pemberian kredit, maka Ukabima harus memiliki badan hukum. Karena itu, dibentuklah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di bawah manajemen perseroan terbatas (PT). Saat ini ada delapan BPR yang menjadi bawahan dari Ukabima di antaranya: Pangkal Pinang, Palembang, Batam, Cilacap, Klaten, Gunung Kidul, Bali dan Pontianak. “Jambi dan Bandung akan segera menyusul setelah izin didapatkan” ungkap alumni Fakultas MIPA UGM ini.
Tjandra Irawan melihat bahwa masyarakat menjadi miskin bukan karena mereka tidak punya uang. “Coba lihat, ketika mereka akan mengadakan hajatan atau mendaftarkan anak ke sekolah baru, mereka harus mengeluarkan uang yang cukup besar. Ternyata mereka mampu memperoleh uang itu. Itu artinya mereka sebenarnya memiliki kemampuan keuangan sebesar itu. Jadi masalahnya adalah mereka tidak memiliki kemampuan untuk mengelola keuangan,” kata Irawan dengan bersemangat.
Dengan produk tabungan ini, Irawan mendidik masyarakat untuk mengelola keuangan. Untuk itu, Ukabima membuat tabungan rencana. “Tabungan ini mengajak masyarakat untuk membuat perencanaan keuangan. Misalnya, mereka membuat rencana tabungan hari raya, maka beberapa bulan sebelumnya mereka mulai menabung. Tabungan ini akan diambil menjelang hari raya. Nasabah sendiri yang menentukan target tabungan dan jumlah setoran, Dia bisa memilih setoran harian, mingguan atau bulanan. Selanjutnya, petugas kami akan mendatangi nasabah untuk menarik setoran tabungan itu,” papar Irawan.
Menurut Irawan, orang harus bertanggung jawab atas hidupnya. Karena itu, seseorang perlu punya rencana hidup ke depan agar sejahtera. ”Biasanya orang jadi berantakan akibat tidak punya rencana dalam hidupnya,” sebutnya.
Untuk itu, setiap orang harus punya uang cadangan darurat. Konsep ini sebenarnya bukan sesuatu yang baru. Sudah lama masyarakat memiliki cadangan darurat dalam bentuk sapi, emas atau lumbung padi.  Jika ada kebutuhan yang membutuhkan dana besar, maka cadangan darurat ini dijual.  Atas dasar inilah ia mendorong wong cilik seperti petani, pedagang kecil (bakul, pedagang kaki lima atau PKL) untuk menabung secara terencana.
“Tabungan Rencana” ini membalik paradigma bahwa menabung itu baru bisa dilakukan setelah ada sisa pengeluaran dari pengeluaran.  
“Menabung adalah bagian dari pengeluaran wajib setiap bulan. Itu kalau mau bertanggung jawab atas hidup kita,” ujar Irawan. Ia meyakini, sekecil apa pun penghasilan seseorang, dia pasti mampu menyisihkan sedikit penghasilannya untuk ditabung. Keyakinannya itu terbukti. Jumlah setoran yang dikumpulkan oleh kolektor dari petani, bakul pasar dan pedagang kaki lima cukup fantastis.
Dia mencontohkan pernah menyarankan para bakul dan PKL di suatu pasar pagi untuk menyisihkan uang Rp 1.000 per hari di koperasi. Setelah simpanan mencapai Rp 1 juta, mereka terkaget-kaget. Tak pernah terbayangkan sebelumnya mereka akan mampu memiliki uang sampai Rp 1.000.000. Contoh itu menunjukkan bahwa pada dasarnya rakyat kecil seperti pedagang kaki lima dan pemilik usaha mikro dan kecil di pedesaan mau dan mampu menabung.

”Masyarakat kita terbukti suka menabung,” tegasnya. Masalahnya, mereka membutuhkan orang yang bersedia menarik setoran tabungan setiap hari dalam jumlah berapa pun. Untuk itu, mereka tidak keberatan jika harus membayar uang jasa. “Besarnya uang jasa itu bervariasi. Misalnya, jika uang jasanya 10 persen, maka ketika dia menabung Rp. 1.000,’- maka dia memberikan Rp. 1.100,- Uang sebesar Rp. 100,- adalah jasa untuk petugasnya,” ucap bapak dua anak yang bernama asli Tjan Jeek Djiang ini. Meskipun tanpa bunga dan harus membayar administrasi, ternyata produk tabungan ini ditanggapi masyarakat secara antusias.
Sebagai penghargaan kepada nasabah, BPR Ukabima memberikan bonus perlindungan asuransi. Dengan menggandeng perusahaan asuransi, Ukbima memberi layanan asuransi jiwa bagi nasabah jika saldo mencapai jumlah tertentu. “Misalnya saldonya telah mencapai Rp. 300.000, maka secara otomatis nasabah akan mendapat asuransi sebesar Rp.500.000 selama 3 bulan ke depan. Mereka tidak perlu membayar premi asurans lagi, “papar pria kelahiran Pakualaman ini.
Dari kondisi ini, Irawan melihat bahwa masyarakat lapisan bawah sebenarnya sangat membutuhkan layanan perbankan. Kebutuhan itu sangat besar, sehingga sekalipun semua perbankan yang ada sekarang ini menggarap bidang ini tetap saja masih ada calon nasabah yang belum terlayani. “Hanya saja perlu diperhatikan bahwa produk perbankan itu harus memahami kebutuhan mereka,” jelasnya.
Di sinilah peran BPR dibutuhkan sebagai lembaga keuangan mikro. Ukabima dalam hal ini telah memulainya dengan memberikan kredit mikro multiguna. Pinjaman yang diberikan kepada masyarakat kecil tidak didasarkan pada prospek usahanya, tetapi hanya berdasar cash flow. “Nasabah tidak harus membuat proposal untuk mendapatkan hutang dari Ukabima. Mengapa? Karena pada dasarnya kita tidak bisa mengecek apakah uang tersebut benar-benar digunakan untuk mengembangkan usaha. Mungkin saja dia memakai juga untuk keperluan lain. Tapi kami tidak mempermasalahkan hal tersebut karena pinjaman yang dilakukannya adalah kredit kecil” ungkap Irawan. Untuk agunan kredit, sistem yang diterapkan BPR Ukabima sangat ringan. Apa saja yang bisa diagunkan nasabah untuk mengajukan kreditnya – perabotan rumahtangga, perhiasan, dan sebagainya – akan diterima.
Namun bagaimana dengan kemungkinan kredit macet? Meski memberi kredit dengan syarat ringan, bukan berarti tidak profesional. “Kami memberikan kredit setelah melihat riwayat tabungan si nasabah” jelas Irawan. Nasabah yang dipercaya mendapat kredit adalah nasabah yang bisa mempertanggungjawabkan tujuan peminjamannya. “Kalau nasabah tersebut tertib membayar, maka jumlah cicilannya akan kami kurangi” tambah Irawan lagi.
Apa yang dilakukan Irawan selama ini merupakan wujud pemenuhan janjinya meneruskan karya Almarhum Pastor J.M. Melelchers SJ. Mantan gurunya itu meyakini bahwa uang bisa menjadi sarana pendidikan, juga bisa menjadi sarana untuk pelayanan. Biasanya orang sulit diajak bicara tentang Tuhan, namun lebih gampang diajak omong soal duit. ”Romo Melchers melihat uang sudah merasuki kehidupan manusia secara mendalam,” katanya.


Atas dasar ini Irawan mencoba menerapkan penggunaan uang secara lebih manusiawi. Dengan demikian, manusia bisa bertanggung jawab atas hidupnya sendiri, merencanakan hidupnya dengan menjadi anggota koperasi agar hidupnya bisa lebih sejahtera.
Melalui aktivitasnya di bidang keuangan mikro dan koperasi, Tjandra Irawan telah melakukan pelayanan. “Menurut saya, setiap usaha harus sosial. Menghasilkan uang bukan tujuan utama kami. Kalau hanya mengejar untung itu namanya serakah. Cita-cita Ukabima adalah agar lembaga-lembaga perbankan bisa bekerjasama menciptakan lembaga perbankan yang benar dan dipercaya masyarakat. Kita harus bisa lebih meringankan beban masyarakat daripada usaha-usaha lain” tutup Chandra untuk wawancaranya. 

Conrad Nicholson Hilton: Impian Besar dari Seorang Pekerja Keras dan Pendoa Tekun





Tak pernah ada kesuksesan yang tiba-tiba turun dari langit. Begitu juga yang terjadi pada The Hilton International Company. Ia tidak tiba-tiba menjelma menjadi salah satu jaringan hotel terbesar di dunia. Ada sebuah perjuangan tak kenal lelah serta iman teguh tak tergoyahkan yang dimiliki oleh Conrad Nicholson Hilton, sang pendiri sekaligus pemiliknya.
Pekerja Keras
Kerja keras sepertinya sudah mendarah daging pada keluarga Hilton. Sang ayah, A.H. Hilton adalah imigran asal Norwegia yang  tekun bekerja mengembangkan toko serba ada miliknya untuk menghidupi keluarga. Hilton yang lahir  25 Desember 1887 di San Antonio, sebuah kota kecil di New Mexico sejak muda sudah dididik ayahnya menjadi seorang pekerja keras. Ia ikut membantu ayahnya mengelola toko. Selain membuka toko, sang ayah juga membuka rumah mereka untuk penginapan para salesman dari luar kota. Inilah awal Hilton bersentuhan dengan usaha penginapan.
Sang ayah tak hanya seorang pekerja keras tetapi juga seorang pendoa yang tekun. Hilton muda mewarisi keduanya. Didikan Katolik tertanam kuat dalam dirinya. Sebuah warisan sekaligus bekal yang amat berharga dalam hidupnya kelak. Pada usia 23, setelah 11 tahun bekerja membantu sang ayah, Hilton mulai gelisah. Ia tidak ingin terus menerus menjadi bayangan dari ayahnya. Ia ingin mengejar impiannya sendiri.
Pemimpi Besar dan Pendoa Tekun
Impian baru mulai ia ciptakan. Setelah ayahnya meninggal pada 1918, Hilton mengawali langkahnya mewujudkan mimpi itu. Ketika ayahnya meninggal, Hilton tengah bertugas di Perancis sebagai tentara dalam Perang Dunia I. Ia berdoa dan meminta hikmat dari Tuhan. Ia lalu membeli Hotel Mobley yang mempunyai 40 kamar di Cisco, Texas. Inilah yang menjadi pijakan awal bagi kerajaan bisnis hotelnya yang mendunia.
Hilton mengembangkan bisnis hotelnya melalui tiga tahap: pertama dengan menyewa dan merenovasi hotel tua, kedua mendirikan hotel baru di atas tanah yang disewa, terutama di Texas, dan ketiga membeli hotel dengan harga murah. Ketiga langkah ini terbukti berhasil membawa bisnis hotelnya berkembang menjadi salah satu jaringan bisnis hotel terbesar di dunia.
Keyakinan Hilton pada ketiga langkah itu seperti pula keyakinannya pada Trinitas, satu hal yang sangat berpengaruh dalam kehidupannya. Hubungan yang mendalam dengan Tuhan merasuk kuat dalam kehidupan pribadi dan juga bisnisnya. Ini yang membuat Hilton mampu melewati masa-masa sulitnya.
Bisnis Hilton tidak luput dari krisis keuangan yang melanda seluruh dunia pada masa itu. Ia nyaris bangkrut. Tak hanya itu, tahun 1934, pernikahan pertamanya dengan Maria Adelaide Baron yang telah dibangun selama sembilan tahun juga hancur. Pernikahan ini menghasilkan  tiga putra, Conrad Nicholson, Jr., William Baron dan Eric Michael. Dari garis keturunan inilah lahir sosialita Paris Hilton dan Nicky Hilton.  
Kegagalan yang Tak Menghancurkan
Ya, bagaimana pun Hilton bukanlah manusia yang sempurna. Ia sukses membangun kerajaan bisnis hotelnya namun tidak dalam membina keluarga. Setelah perceraiannya dengan Maria, tahun 1942, ia menikahi aktris Hungaria Zsa Zsa Gabor dan memiliki satu putri, Francesca. Pernikahan ini hanya bertahan tiga tahun saja. Beberapa tahun kemudian, Hilton kembali menikah dengan Mary Frances Kelly dan lagi-lagi berakhir dengan perceraian. Kegagalannya dalam membangun keluarga ini membuat Hilton dilarang mengikuti sakramen dalam gereja Katholik.
Hilton mengakui kegagalannya dalam membangun keluarga namun itu tidak membuatnya mundur. Ia terus tekun bekerja dan berdoa dalam mengejar impian besarnya. Jaringan bisnis hotelnya tersebar ke banyak negara, termasuk Indonesia. “Pria sukses harus terus maju apa pun yang terjadi dalam kehidupannya. Mereka mungkin saja sudah membuat kesalahan tetapi mereka tidak berhenti,” ujarnya.
Berbagi Dengan Sesama
Sebagai bentuk rasa cinta pada Tuhan, Hilton tidak hanya giat menambah pundi-pundinya ia juga bergerak membantu sesama manusia yang kurang beruntung. Melalui The Conrad N. Hilton Foundation yang didirikan tahun 1944, Hilton menyediakan dana untuk organisasi nirlaba yang berfokus pada pengentasan kemiskinan, utamanya para  tunawisma dan orang-orang miskin di seluruh dunia. Ia juga mendukung penuh kegiatan para suster Katolik di berbagai belahan dunia. Hilton memang menaruh perhatian besar pada suster Katolik karena mereka berperan penting dan berpengaruh besar dalam kehidupan Hilton.
Menjelang akhir hidupnya, Hilton meninggalkan hampir seluruh kekayaannya pada yayasan. Ia menulis sebuah pernyataan pada surat wasiatnya,”Ada sebuah hukum alam, hukum ilahi, yang mewajibkan Anda dan saya untuk meringankan penderitaan orang miskin. " Hilton meninggal pada usia 91 di Santa Monica, California. Ia meninggalkan sebuah warisan yang sangat berharga bagi dunia, prestasi dalam bisnis jaringan hotelnya dan juga pekerjaan amal untuk orang miskin. Kisahnya hidupnya telah ia tulis dalam sebuah buku, Inspirasi dari Pemilik Penginapan. Ia juga menulis sebuah puisi, Amerika Berlutut yang pertama kali diterbitkan tahun 1952. 

Apakah Anda Siap Menentang Arus?


Oleh: Tony Silitonga
Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaruan budimu (Roma 12:2)

Dua orang mahasiswa di Moorhead, Minnesota, membuat lukisan pada dinding luar ruang asrama mereka. Menurut berita di USA Today, lukisan mereka itu menunjukkan sekelompok ikan yang berenang searah kecuali satu ekor ikan yang menuju ke arah yang berlawanan.

Ikan yang satu itu dimaksudkan sebagai simbol kuno untuk Kristus. Pada lukisan itu tertulis “Berjalan melawan arus”. Melihat lukisan itu, pejabat universitas berpendapat bahwa lukisan tersebut dapat menyinggung perasaan orang-orang nonkristiani. Ia lalu memerintahkan para mahasiswa untuk mengecat ulang dinding itu.

Di dalam ketaatan kepada Tuan kita, kita pun harus bersedia menentang arus dari masyarakat kita. Apabila kita mengikuti Yesus, maka tujuan, nilai, dan kebiasaan kita seharusnya berbeda dari orang-orang yang bukan kristiani. Itulah keadaan pada abad pertama ketika para penyembah berhala menjadi bingung dan dianggap salah menurut gaya hidup orang-orang kristiani. Petrus menulis, “Sebab itu mereka heran, bahwa kamu tidak turut mencemplungkan diri bersama- sama mereka di dalam kubangan ketidaksenonohan yang sama, dan mereka memfitnah kamu” (1 Petrus 4:4).

Apabila kita berbaris menurut entakan penabuh drum yang berbeda, tentu saja langkah kita tidak akan serempak dengan aspek tertentu dalam masyarakat. Hal ini tentu saja membutuhkan keyakinan, keberanian, dan sopan santun. Tetapi dengan anugerah Allah yang memampukan, kita dapat menjadi berbeda secara efektif —Vernon Grounds

APABILA KITA BERJALAN BERSAMA TUHAN
KITA TIDAK AKAN MELANGKAH SEREMPAK DENGAN DUNIA





Humor


Humor

Siasat Wiraniaga


Di sebuah pusat perbelanjaan, seorang wiraniaga sedang memamerkan kekuatan sisir yang mustahil bisa patah. Dia memperlakukan sisir tersebut dengan kasar, untuk menunjukkan kekuatan sisir itu.

Akan tetapi tidak satu pun pengunjung yang terkesan. Akhirnya wiraniaga itu membengkokkan sisir itu dengan kuat-kuat. Tiba-tiba terdengar suara benda patah yang sangat keras. Para pengunjung akhirnya tertarik untuk melihat apa yang terjadi. Sisir tersebut patah menjadi dua! Namun wiraniaga tidak kehilangan akal. Dia menunjukkan bekas patahan itu kepada pengunjung sambil berkata,”Saudara-saudara, seperti inilah bagian dalam sisir ini.”

Humor

Salah Cetak


Pemilik pabrik mobil, Henry Ford sedang berlibur di Irlandia. Dia lalu dimintai sumbangan untuk panti asuhan yatim piatu yang baru saja dibuka. Ford lalu menyumbang dalam bentuk cek sebesar 200 poundsterling. Koran lokal memuat peristiwa ini dalam berita utama. Akan tetapi wartawan koran ini keliru menuliskan angkanya. Dia menulis bahwa Ford menyumbang sebanyak 20000 poundsterling.

Melihat kesalahan itu, pimpinanpanti asuhan minta maaf kepada Ford. "Saya berjanji segera menelepon redaksi koran agar meralat jumlah sumbangannya," katanya.

“Sudahlah, tidak perlu," jawab Ford. Dia lalu mengambil cek dan menuliskan 18000 poundsterling, sehingga sumbangan Ford memang sebesar 20000 poundsterling.

Dari: Today in the Word, 16 Desember 1995.



 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Majalah Gema Kreasi Indonesia - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger