Jumat, 04 Januari 2013

ETOS: KUNCI KEBERHASILAN BANGSA DAN KORPORASI



Oleh JANSEN SINAMO


Pada akhir Perang Dunia kedua, Jerman dan Jepang kalah telak dan luluh lantak oleh tentara sekutu. Tetapi kini mereka menjadi bangsa paling maju di Eropa dan Asia secara teknologi dan ekonomi.  Mengapa bisa demikian? Karena etos dan budaya kerja mereka tetap utuh kendati secara fisik negara sudah hancur lebur.
Menurut sosiolog, Max Weber, etos Jerman yang berbasiskan ajaran Protestanisme jika disarikan adalah: rasional, disiplin tinggi, kerja keras, berorientasi pada kesuksesan material, hemat dan bersahaja, tidak mengumbar kesenangan, menabung dan berinvestasi. Etos ini kemudian meluas menjadi etos bangsa Barat yang membuat mereka memimpin dunia dalam 150 tahun terakhir di bidang sains, teknologi, ekonomi, dan militer.
Di Timur, orang Jepang punya etos Bushido (etos para samurai = the way of the samurai) yang bersumber dari ajaran Shintoisme dan Buddhisme. Menurut pengamatan sosiolog Robert Bellah, itu adalah karakter dasar budaya kerja Jepang. Etos Bushido adalah: memutuskan secara benar dengan sikap benar, berani dan ksatria, murah hati dan mencintai, bersikap baik, santun dan hormat, bertindak adil, bersikap setulus-tulusnya, tanpa pamrih, menjaga kehormatan, martabat, dan kemuliaan; mengabdi dan loyal. Manajemen bisnis Jepang yang berintikan kaizen (proses perbaikan inkremental yang berkesinambungan) memang hanya mungkin berhasil jika didukung etos kerja seperti itu.
Menurut para pengamat Barat,  keberhasilan ekonomi China mengungguli Prancis, Inggris, Jerman, dan Jepang dalam tiga dekade terakhir adalah etos, selain juga karena reformasi Deng  Xiaoping (1978). Pengalaman China selama limaribu tahun mewujud menjadi semangat, pandangan dan keyakinan operasional dalam masyarakat China. Wang Keping, profesor pada Beijing International Studies University, dalam buku Etos Budaya China menulis bahwa proses terbentuknya etos China adalah selama ribuan tahun. Ia mengutip pandangan Konfusius, kita dapat mengetahui hal-hal yang baru dengan memahami hal-hal yang lama.
Sejak tahun 2000, saya sudah menulis 7 buku tentang etos: etos bisnis, guru, pemimpin, dan etos Kristiani. Jika Tuhan berkenan, saya masih akan menulis buku tentang etos China, etos Batak, etos wirausahawan, dan etos politik. Intisari semua etos tersebut bertumpu pada delapan konsep luhur universal: rahmat, amanah, panggilan, aktualisasi, ibadah, seni, kehormatan, dan pelayanan. Melalui rubrik ini, saya berharap semoga orang Indonesia—khususnya warga GKI— semakin maju dengan etos kerja yang unggul.
***
 Jack Sim adalah orang sibuk. Hari ini di Singapura, besok di Jerman membuka cabang baru. Lusa di China, lalu minggu berikutnya di Australia. Semuanya untuk urusan, WC umum. Ya, warga Singapura ini adalah ketua Asosiasi WC Umum Singapura (Restroom Association of Singapore, RAS). Ia juga pemimpin Asosiasi WC Umum Dunia (World Toilet Organization, WTO). 
Aktivitasnya mengurusi WC Umum itu kerap ditertawakan orang yang mendengarnya. Namun, Jack Sim kian terbiasa dengan hal itu. "Saya selalu siap untuk ditertawakan. Memang banyak hal yang lucu terjadi di WC Umum. Kita harus terbiasa untuk menertawakannya, lalu kemudian juga harus terbiasa membicarakannya," kata Jack Sim.
Keterlibatannya mengurusi WC Umum dimulai ketika Goh Chok Tong—ketika itu masih seorang menteri kabinet—mengatakan bahwa WC Umum adalah salah satu simbol kebersihan suatu negara. Jack Sim merasa jijik, di negara kaya seperti Singapura fasilitas dan kebersihan WC Umum begitu buruk. Kampanye WC Umum bersih yang sudah berlangsung 20 tahun, ternyata tak banyak hasilnya.
Terinspirasi dengan Asosiasi WC Umum di Jepang, Jack Sim mengawali gerakan meningkatkan kebersihan WC Umum di Singapura. Dimulai dengan 15 anggota, RAS kemudian berkembang pesat,bahkan mendunia ketika tahun 2001 Jack Sim mendirikan Asosiasi WC Umum Dunia (WTO).
Lima tahun kemudian, WTO beranggotakan 40 negara. Setiap tahun, para pemimpinnya bertemu untuk berdiskusi berbagai masalah di seputar WC Umum seperti pemeliharaan, teknologi air, dan sanitasi. WTO mengadakan sidang tahunan pada Hari WC Umum Sedunia, setiap tanggal 19 November.
Sampai sekarang orang masih selalu bertanya mengapa Jack Sim begitu bersemangat mengurusi WC Umum. Ia selalu menjawab, "Setiap hari kita pergi ke toilet. Tetapi kita tidak pernah membicarakannya padahal kita harus mampu dan terbiasa membicarakan hal itu. Kita harus mendiskusikannya karena ia mempengaruhi bahkan menentukan kualitas hidup sehari-hari kita," kata Jack Sim.
Bahkan, tambahnya, mengabaikan masalah WC Umum bisa menimbulkan kerugian. Beijing, contohnya. Tahun 2000 , China gagal menjadi tuan rumah Olimpiade, antara lain karena di Beijing tidak cukup tersedia WC Umum bersih. China lalu meminta nasihat pada organisasi yang dipimpin Jack Sim. Barulah tahun 2008 Beijing berhasil menjadi tuan rumah Olimpiade.
Di Singapura, RAS antara lain merintis kegiatan bertajuk Happy Toilets Program. Melalui program ini sekolah-sekolah diajak membenahi WC Umum mereka. Pada tahun 2005, Jack Sim mendirikan World Toilet College untuk mendidik dan melatih tenaga profesional di bidang pertoiletan.
Atas semua yang dilakukannya, Jack Sim berkesimpulan, ”Menjadi pemimpin dan pelopor perubahan sosial, tidak butuh kualifikasi apa pun. Yang penting: bertindaklah. Kami memulainya dari sumber daya yang kecil, tetapi organisasi ini kini sudah mendunia," kata Jack Sim.
Jack Sim mendapat banyak penghargaan dari dalam dan luar negeri. Ya, Jack Sim dimuliakan oleh kesungguhannya menekuni soal toilet. Dan inilah kisah sejati yang menjadi contoh Etos 7: Kerja adalah Kehormatan.

**JANSEN SINAMO, populer dengan julukan Guru Etos, adalah direktur Institut Mahardika, yang bertekun mendalami dan memopulerkan etos di Indonesia. Ia bisa dihubungi di kantornya melalui 021-4801514 atau guruethos@gmail.com.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar