Jahja B Soenarjo, Chief Consulting Officer DIREXION
Ketika berusia 17 tahun, saya memantapkan hati untuk
memilih jurusan manajemen bagi pendidikan saya. Saya memilih jurusan tersebut karena
saya gemar membaca berita seputar bisnis dan manajemen. Saya juga tertarik
untuk mendalami ilmu hukum, karena melihat keberhasilan seorang Notaris yang
populer saat itu, Kartini Muljadi SH. Saya pun mendaftar di dua perguruan
tinggi, Universitas Tarumanegara dengan jurusan Ekonomi dan Universitas Indonesia
dengan jurusan Hukum. Dan saya diterima di kedua-duanya. Namun tujuan dan
cita-cita menjadi ‘sarjana dobel’ kandas, karena jarak kedua kampus yang sangat
jauh dan tidak memungkinkan saya untuk kuliah rangkap. Akhirnya, saya harus mengurbankan
salah satu, saya memilih melepaskan peluang menjadi seorang Sarjana Hukum, yang notabene
di bayangan saya, bisa mendalami hukum bisnis suatu spesialisasi yang masih langka.
Setelah menyelesaikan Pascasarjana, saya (saat
itu berumur 24 tahun) langsung diterima bekerja
di sebuah grup perusahaan. Saat itu juga saya memantapkan tujuan baru saya: “Berkarir sebagai Professional dan
dalam waktu 10 tahun harus meraih posisi puncak, agar pada usia 40 tahun saya bisa
menjadi Konsultan.” Di awal karier, saya bekerja dengan gaji kecil.
Padahal di samping itu, ada banyak perusahaan ternama lain yang bersedia
menerima saya dengan gaji besar. Hal itu saya lakukan, karena saat itu saya merasa
tertantang untuk berkarir di perusahaan dengan
kondisi sangat parah.
Yang menarik dari pilihan tersebut adalah ketika saya harus ‘kembali
sekolah’ untuk yang ketiga kalinya setelah Pascasarjana. Sekolah yang saya maksudkan
adalah belajar langsung pada dunia
nyata menyelamatkan perusahaan-perusahaan sakit, menyehatkannya dan membesarkan
perusahaan tersebut, bahkan turut berperan dalam menembus pemasaran global dan joint-ventures. Kelompok perusahaan ini
tidaklah seperti konglomerasi besar, namun cukup solid dan sejak awal bergabung, saya telah mencium udara profesionalisme
yang coba dihembuskan oleh sang pemilik yang notabene adalah generasi kedua yang mencoba mengikis budaya
perusahaan keluarga. Dan nyatanya dengan pimpinan dan berkat Tuhan yang sangat luar biasa, walau
jatuh bangun, saya meraih posisi puncak tersebut kurang dari lima tahun dan
bahkan saya mengundurkan diri saat memasuki tahun kesembilan dalam karier saya di
grup tersebut dengan jabatan Eselon Direksi. Selanjutnya saya berwirausaha sebagai konsultan dan menjadi komisaris di sebuah perusahaan swasta.
Pengalaman kerja di grup tersebut menjadi pengalaman yang sangat berharga
dan saya banyak menimba ilmu serta mempelajari kultur perusahaan, termasuk
kultur perusahaan Jepang. Saya sangat mengidolakan perusahaan seperti Toyota dan Grup Astra yang terkenal dengan sistem manajemennya yang baik dan professional. Saya berusaha mencari informasi,
mempelajari dan mengambil kunci-kunci yang dapat diterapkan. Pembelajaran
aplikatif ini memang sangat bermakna di mana akhirnya menjadi titik tolak bagi
saya untuk merintis bisnis konsultan manajemen yang berbasis
kasus aktual klien serta implementasi solusi. Dan salah satu hal yang sangat
mendasar selama pembelajaran di awal karir saya itu adalah profesionalisme.
Profesionalisme bukanlah sebuah pengertian ‘bayaran’ sebagaimana layaknya
sebutan ‘manajer profesional’,
pasti dibayar mahal. Profesionalisme bukan juga pemaknaan gengsi, sehingga bila
disebut ‘profesional’ pasti hebat dan memiliki derajat yang tinggi.
Profesionalisme dalam dunia bisnis adalah atribut yang melekat pada individu
yang mampu memenuhi 4 (empat) kriteria berikut.
Karakter. Kriteria yang pertama ini sangat
fundamental, karena karakter akan menentukan bagaimana kualitas sikap dalam
bekerja, kualitas kepemimpinan, serta potensi yang dapat dikembangkan. Kejujuran, kemauan keras (ulet), integritas, berani
dan disiplin adalah atribut-atribut yang paling sering ditekankan dalam membangun profesionalisme. Bayangkan bila seorang manajer sering datang terlambat, atau suka membuang waktu untuk hal-hal
yang tidak produktif (merokok, bermain Blackberry messenger, twitter, browsing,
chatting), atau seorang
manajer yang setiapkali menghadapi masalah selalu menghindar atau
mundur karena takut risiko? Bagaimanakah budaya
perusahaan yang akan terbentuk dengan manajer seperti itu?
Kompetensi. Menuju profesionalisasi dalam era
konglomerasi, kualitas sumber
daya manusia (SDM) sangatlah penting. Loyalitas, pengalaman serta masa kerja
tidak dapat lagi dijadikan tolak ukur utama. Dunia sudah berubah begitu cepat
dan dinamis, peta kompetensi juga bergeser, orang-orang ‘gaptek’ pun sudah
mulai tergeser oleh teknologi (bukan orang). Hanya orang-orang yang ‘haus
belajar’ akan terus mengasah kompetensinya melalui pembelajaran yang
berkelanjutan. Stay hungry, stay foolish,
demikian kata mendiang Steve Jobs.
Komitmen. Setiap orang memiliki tujuan dan target,
begitu juga dengan kaum
profesional, juga
harus berani menerima target sebagai tantangan. Dalam hal ini dibutuhkan
komitmen yang tinggi untuk berusaha keras mencapai target tersebut. Di beberapa
perusahaan klien, saya mengajarkan bagaimana komitmen menjadi sangat penting
dan ikut menentukan nasib perusahaan dan harus dimulai dari atas ke bawah (top-down), sebagaimana halnya Jack Welch
membudayakan komitmen di jajaran manajemen General Electric yang dimulai dari
dirinya.
Konsistensi. Setiap perjalanan kita akan diuji oleh waktu dan masalah.
Konsistensi adalah sikap yang akan menunjukkan apakah kita tetap fokus kepada
tujuan dan
menjaga agar semua tetap berjalan di atas rel (on-the-track), termasuk dalam hal menjalankan suatu sistem dan
prosedur, sehingga sistimatika manajemen dapat berjalan baik.
Keempat kriteria tersebut sering saya tekankan di
berbagai ceramah saya di dalam
perusahaan, baik dalam rapat kerja ataupun sessi lokakarya. Saya mencoba melakukan assesmen sederhana, dan hasilnya? Umumnya
profesionalisme belum dipahami, baik oleh pengusaha maupun manajernya. Wah, mau kemana perusahaan ini? Tapi saya tetap kagum, perusahaan yang tidak profesional masih bertahan, meski
entah sampai kapan .
Penulis adalah konsultan dan fasilitator, dapat dihubungi
melalui: cco@direxionconsulting.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar