Selasa, 07 Mei 2013

TIDAK APA-APA


Oleh: Pdt. Guruh JS


Merasa diri “tidak apa-apa” di satu sisi memang baik, namun jika tidak waspada bisa berakibat fatal. Seperti halnya jika kepala kita terbentur, mungkin bisa saja kita merasa tidak apa-apa. Namun kita tidak pernah menyangka bahwa akibat dari benturan itu bisa saja fatal, bukan? Demikian juga dalam dunia bisnis, kadang ada pebisnis yang berpikir “tidak apa-apa” hanya kecil dan sedikit tidak berpengaruh. Namun jika sikap ‘tidak apa-apa” itu terus dipelihara dan tetap dilakukan bisa saja mengakibatkan kehancuran.

Ayah seorang anggota jemaat GKI Kwitang,  mengalami kecelakaan motor di jalan raya Solo – Wonogiri. Dalam perjalanannya mengunjungi saudara yang merayakan Idul Fitri, sepeda motor pria berusia lebih dari 70 tahun itu tersenggol kendaraan besar. Ia terjatuh dan terluka di siku dan lutut sehingga tawaran para penolong untuk membawanya ke RS ditolak. Ia merasa tidak apa-apa. Beberapa hari kemudian terdengar kabar wafatnya sang ayah karena pendarahan otak akibat benturan keras. Ternyata, perasaan “tidak apa-apa” yang  dialaminya dalam kecelakaan itu berakibat fatal.

Dalam Yosua 7, dikisahkan  kekalahan orang Israel ketika menghadapi pasukan kota Ai – kota yang jauh lebih kecil dibandingkan Yerikho. Kekalahan tersebut  tidak terduga dan (mungkin juga) memalukan, mengingat beberapa saat sebelumnya Israel dengan pertolongan Tuhan mampu mengalahkan Yerikho dengan cara spektakuler (Yos. 6). Rupanya kekalahan Israel dari Ai itu disebabkan ada orang Israel yang mencuri dari barang-barang yang dikhusukan untuk Tuhan, dengan jelas Tuhan mengatakan, “Orang Israel telah berbuat dosa, mereka melanggar perjanjian-Ku yang Kuperintahkan kepada mereka, mereka mengambil sesuatu dari barang-barang yang dikhususkan itu, mereka mencurinya, mereka menyembunyikannya, dan mereka menaruhnya di antara barang-barangnya”(Yos. 7:11).


Setelah dilakukan investigasi, didapatlah Akhan si pencuri barang-barang itu (Yos. 7:18). Alasan Akhan, “..aku melihat di antara barang-barang jarahan itu jubah yang indah, buatan Sinear, dan dua ratus syikal perak dan sebatang emas yang lima puluh syikal beratnya; aku mengingininya, maka kuambil; semuanya itu disembunyikan di dalam kemahku dalam tanah, dan perak itu di bawah sekali (Yos. 7:21). Kata “aku” dalam ayat tersebut menunjukkan keegosian Akhan untuk “memperkaya diri sendiri” dan“demi memuaskan dirinya sendiri”. Mungkin, Akhan berpikir apa yang diambilnya itu hanya sedikit jadi tidak apa-apa. Namun apa yang dipikirnya tidak apa-apa itu dampaknya sangat besar, yaitu kemarahan Allah yang menyebabkan kekalahan Israel saat melawan Ai dan juga kehancuran keluarganya.

Banyak orang berpikir “ah, hanya sedikit tidak apa-apa!” tanpa berpikir panjang dampak dari perbuatan yang hanya untuk mementingkan diri sendiri. Meski banyak pebisnis Kristen yang baik dan jujur, namun kita tidak dapat menutup mata bahwa ada juga pebisnis Kristen yang melakukan kecurangan. Bahkan kecurangan itu dianggap “tidak apa-apa, itu kan sudah biasa” atau “tidak apa-apa hanya sedikit”. Tindakan-tindakan yang muncul bisa bervariasi mulai dari manipulasi data, “uang tip” yang besar  dan lain-lain. Akibat yang ditimbulkan dari “kebiasaan” tidak baik ini ternyata  berpengaruh terhadap kehidupan bangsa ini secara luas dan yang pasti kemarahan Tuhan.

Akhan akhirnya mengakui perbuatannya, namun semuanya terlambat. Perbuatannya telah membawa kehancuran diri dan keluarganya bahkan menghapuskan nama-nama mereka dari daftar orang Israel. Persitiwa Akhan menjadi sebuah cermin bagi kita agar kita senantiasa menjaga kekudusan dan sikap hidup yang baik. Jangan karena kita berpikir “tidak apa-apa” lantas kita kehilangan kewaspadaan sehingga mengakibatkan kehancuran yang lebih besar lagi.

Mari kita meningkatkan kualitas hidup untuk melakukan segala hal dengan lebih baik lagi. Apa yang kita lakukan bukan sekadar demi keuntungan, kepentingan dan kepuasan diri sendiri yang sifatnya sesaat saja. Apa yang kita lakukan dapat menjadi berkat bagi banyak orang di sekitar kita. Bukan menerima atau mendapat melainkan memberi.

Selamat berjuang untuk menjadi berkat. Tuhan memberkati. Amin.


Rensa – Jakarta Timur

Tidak ada komentar:

Posting Komentar