John D. Beckett
Arah bisnis
ditetapkan bukan hanya oleh visi yang jelas tetapi juga oleh sekumpulan
nilai-nilai dasar. Jika dipikirkan baik-baik dan dikomunikasikan dengan
efektif, nilai-nilai itu merupakan alat yang tepat untuk memusatkan energi
sebuah organisasi. Nilai-nilai itu akan menjadi pedoman yang mengarahkan
perusahaan menuju pada pencapaian visi.
Pertanyaan
kunci yang dihadapi setiap orang dalam bisnis adalah “nilai-nilai apakah itu?”
Banyak orang mencari jawabannya.
Saya rasa
nilai-nilai ini perlu berakar pada Alkitab. Selain itu, perumusan nilai-nilai
itu juga haruslah sederhana, mudah dipahami dan mudah diingat sehingga kita dapat menyebarluaskannya
melalui pendidikan dan latihan.
Integritas
Definisi integritas adalah ketaatan pada sebuah
standar nilai. Sesuatu yang dapat diandalkan dan utuh biasanya dapat dikatakan
memiliki integritas. “Sesuatu” itu bisa berupa struktur, filosofi, atau
seseorang. Kebalikan dari integritas adalah hal-hal yang dapat dikompromikan, yang
tidak utuh, yang tidak sehat. Dalam Alkitab, istilah integritas ini mencakup
tentang kebenaran, kejujuran, ketulusan, ketidakbersalahan, keutuhan.
Mazmur 15
menggambarkan tentang orang-orang yang berintegitas. Kualitas karakter yang
dominan dari orang-orang yang berintegritas adalah: yang berlaku tidak bercela,
yang melakukan apa yang adil, dan yang mengatakan kebenaran dengan sepenuh
hatinya—yang berpegang pada sumpah walaupun rugi (ayat 9). Secara sederhana
saya membayangkan seseorang yang setuju menjual sebuah benda miliknya hanya
dengan berjabat tangan sebagai tanda atas harga tertentu. Hari berikutnya ada
orang lain yang menawarkan lebih banyak uang untuk membeli benda tersebut.
Orang yang berintegritas pasti akan menghormati komitmen sebelumnya, walaupun
orang yang datang belakangan dapat memberi keuntungan yang lebih besar
kepadanya.
Dari
pengalaman saya, integritas seorang pelaku bisnis diuji dari waktu ke waktu.
Kami pernah menghadappi tantangan seperti di awal karier saya dengan pelanggan
dari Jepang. Agen pembelian dari perusahaan itu meminta kami membayar sejumlah
“komisi” ke rekening pribadinya atas penjualan produk kami kepada perusahaan
tersebut. Menurut kami, hal itu merupakan tindakan penyuapan, tapi dari
pengalaman itu kami kemudian tahu bahwa tindakan penyuapan seperti itu sudah
umum terjadi di Asia. Menanggapi itu kami memutuskan untuk taat kepada
standar-standar etika kami dan menolak pembayaran “komisi” dengan kesadaran
bahwa hal itu dapat merugikan bisnis kami. Untungnya, hal itu tidak benar-benar
terjadi. Ketika kami menolak untuk membayar agen itu, ia justru berkata,”Bagus.
Saya hanya berpura-pura memintanya.”
Bayangkan
betapa besar pengaruh integritas dalam
mengubah citra buruk yang menodai bisnis modern. Mungkin pada masa yang akan
datang perjanjian bisnis cukup dilakukan dengan berjabat tangan menggantikan
sistem kontrak yang berbelit-beli. Tidak akan ada berita tentang skandal bisnis
dan korupsi. Nilai-nilai mutlak yang telah teruji oleh waktu akan menggantikan
relativisme moral yang telah mengakibatkan begitu banyak kebingungan tentang
bagaimana kita harus berpikir dan bertindak. Dengan integritas , para karyawan tidak akan
terjebak dalam dilema tentang kapan mereka bisa berbohong dan kapan tidak
boleh.
Excellence
Seperti
integritas, excellence adalah konsep
yang juga berakar pada Alkitab. Dalam suatu seminar kecil yang kami adakan
bersama 60 manajer dalam perusahaan kami, saya menugaskan mereka untuk melihat
betapa sempurnanya bukti-bukti yang terdapat dalam halaman-halaman awal
Alkitab, yakni pasal pertama kitab Kejadian. Setiap orang dalam kelompok ini menemukan tujuh kali Allah
mempertimbangkan berbagai aspek dari semua yang telah diciptakan-Nya – dan
melihat bahwa semua itu baik. Pada kenyataannya, pada hari terakhir Allah melihat
bahwa segala sesuatu yang telah diciptakan-Ny dan berkata bahwa semua itu
sungguh sangat baik. Itulah yang
disebut hasil terbaik!
Inilah yang
terpenting. Segala sesuatu yang telah diciptakan Allah merupakan hasil yang excellence!
Sementara
kitab Kejadian melukiskan gambaran awal tentang natur Allah, kitab-kitab lain sesudah Kejadian juga tidak dapat
menyembunyikan kekaguman dan ketakjuban akan Allah yang tak terlukiskan. Dia
bersemayam di alam yang tak terselami oleh imajinasi manusia—alam yang sepenuhnya murni, bebas dari kecemaran
dan dosa, tersusun dengan sempurna, dan sangat indah.
Keadaan excellence ini yang melukiskan natur dan kerajaan tempat Dia bersemayam
berintegrasi dengan dunia tempat kita hidup. Iniah yang sebenarnya dimaksud
Yesus ketika mengajar para murid-Nya untuk berdoa, “Datanglah Kerajaan-Mu, di bumi seperti di surga.”
Apapun yang
menyandang tanda kerajaan Allah, pastilah excellence.
Kita memang tidak akan pernah menyamai kesempurnaan surgawi, tetapi bila kita bersekutu dengan dengan duta
Kristus dengan duta Allah bagi dunia, yakni Yesus Kristus, maka paling tidak
kita akan mendekati kondisi tersebut. “Jika engkau makan atau jika engkau
minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu
untuk kemuliaan Allah” (1 Korintus 10:31). Inilah panggilan untuk menjadi excellence.
Michael J.
Fox, aktor film yang berbakat, mengungkapkan suatu perbedaan yang nyata:”Saya
berhati-hati agar tidak bingung membedakan antara excellence dengan kesempurnaan. Saya dapat mengusahakan excellence, tetapi kesempurnaan adalah
urusan Allah.”
Suatu cara
yang telah kami coba untuk mendukung konsep excellence
ini adalah dengan mengusahakan “perbaikan yang terus-menerus” dalam hal yang
kami lakukan di perusahaan. Ini berlawanan dengan dengan konsep, “Jika sesuatu
belum rusak, jangan diperbaiki.” Perbaikan yang
terus-menerus akan berkata, “sekalipun sesuatu belum rusak, carilah cara
untuk menjadikannya lebih baik.”
Baru-baru
ini tim yang mengecat produk kami menerima tantangan seperti di atas setelah
melakukan hal-hal yang sama dari tahun ke tahun. Para teknisi mengembangkan
sebuah sistem yang meningkatkan produktivitas hingga lebih dari 40 persen.
Sekarang mereka kembali bergumul dengan tantangan itu, yakni untuk mencari cara
meningkatkan kualitas cat dan mengurangi polusi ke atmosfir. Kami yakin di masa
mendatang mereka akan menemukan sejumlah gagasan baru lagi.
Excellence. Pada dasarnya, excellence tidak ditentujan oleh produk
atau proses, melainkan oleh orang-orang yang mengerjakannya.
Yesus sang Tukang Kayu
Pernahkah
Anda memikirkan bagaimana Yesus memulai karir profesional-Nya? Dahulu Dia
adalah usahawan kecil, seorang tukang kayu. Bayangkan sejenak kondisi Yesus
sebagai tukang kayu, bukan sebagai pemimpin agama. Saya mempunyai lukisan arang
beraliran kontemporer tentang Yesus, sang tukang kayu. Saat ini lukisan
tersebut menghiasi bagian atas meja tulis kantor saya. Gambar itu melukiskan
Yesus sedang memegang sekotak peralatan pengetam kayu dengan tangan-Nya yang
kasar dan kuat, mata-Nya tampak puas memandangi pekerjaan yang sedang
dilakukan-Nya. Manakala memandang lukisan itu, saya berpikir betapa luarbiasa
kualitas pekerjaan sang tukang kayu itu. Sekalipun dibuat hanya dengan
peralatan yang sederhana pada waktu itu.
Terkadang
saya membayangkan saat Dia memberi sentuhan akhir pada sebuah lemari yang
dibuat-Nya untuk seorang janda tua, yang tinggal di ujung jalan tempat toko-Nya
yang sederhana berada. Dia akan mengantarkan lemari itu siang ini. Saat Dia
datang, janda itu mengundang-Nya masuk untuk berbincang-bincang, dan wanita itu
sungguh terpesona akan pengetahuan dan sikap-Nya yang halus;. Dia bukan tukang
kayu biasa, pikir janda itu, ketika Yesus kembali kepada kegiatan-Nya yang lain.
Lalu janda
itu mendekati lemarinya. Lemarinya dengan potongan yang sempurna ini
benar-benar dihargai mahal, demikian ia menyimpulkan. Karena matanya sudah agak
kabur, ia meneliti lemari itu dengan hati-hati, mengelus benda itu dari
belakang ke depan, dari atas ke bawah. Tampaknya karya ini sungguh sangat baik.
Sambungan-sambungannya, ketepatan ukurannya, juga polesannya, semua begitu
halus. Ia tidak sabar lagi utuk memperlihatkanlemari itu kepada tetangganya. Ia
menyimpulkan, “Hasil kerja tukang kayu ini benar-benar sangat baik.”
Yesus
selalu memberikan yang excellence—segala
hasil karya-Nya saat berada di bumi semata-mata merupakan cerminan dari
ketekunan-Nya, karakter-Nya yang tak bercela, natur-Nya, hidup-Nya, dan
misi-Nya.
John D. Beckett adalah pimpinan puncak R.W. Beckett Corporation di
Elyria, Ohio. Ini adalah perusahaan terbesar di dunia yang membuat pemanas
minyak. Ia juga pendiri Advent Industries
yang membuat pelatihan kerja bagi orang-orang yang sulit mendapatkan pekerjaan
karena latar belakang mereka yang buruk. Dikutip dari buku “Loving Monday”
terbitan Yayasan Gloria.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar