Kalau Anda ditawari produk tabungan dengan bunga nol persen, apa
tanggapan Anda? Anda mungkin berpikir, apakah orang yang menawarkan ini sudah
gila? Tunggu dulu, penawaran ini masih ditambahi ketentuan lagi: Anda akan dibebani
biaya administrasi. Bagaimana? Mungkin Anda akan berkata alay: Ciyus? Miapah? (Serius? Demi apa?)
Produk tabungan ini serius dan benar-benar ada. Adalah Joseph
Tjandra Irawan yang menciptakan ide gila ini. Dia prihatin melihat sebagian
besar masyarakat di Indonesia tidak bisa mengakses layanan perbankan. “Untuk
menabung di bank, ada syarat jumlah minimum setoran pertama. Setelah itu, ada
syarat jumlah minimum uang setoran tabungan. Hal ini menyulitkan masyarakat
kalangan bawah untuk menabung di bank, “ papar Irawan saat ditemui Purnawan dan Lusiana di kediamannya di
kawasan Sariharjo, Ngaglik, Sleman-DIY.
Untuk itulah dia membuat produk tabungan bagi lapisan masyarakat
bawah. Tabungan ini tidak mensyaratkan jumlah minimum setoran. “Berapa pun
jumlah uang yang disetor, kami terima. Bahkan hanya setor Rp. 500,- pun tetap
diterima,” jelasnya. Tabungan ini merupakan salah satu produk dari BPR Ukabima
(Usaha Karya Mandiri).
Ukabima didirikan
pada tahun 1996 dengan visi
untuk pemberdayaan masyarakat miskin, khususnya perempuan di daerah pedesaan,
supaya mereka mampu mengatur kehidupan mereka sendiri dan meningkatkan standard
hidup mereka dengan investasi ekonomi produktif. Ukabima sendiri merupakan warisan dari program keuangan mikro yang dikelola oleh Catholic Relief Services (CRS) Indonesia. Saat ini, ada lima pemegang saham Ukabima yang mewakili
berbagai komunitas di Indonesia. Karena tujuan awalnya adalah pemberian
kredit, maka Ukabima harus memiliki badan hukum. Karena itu, dibentuklah Bank
Perkreditan Rakyat (BPR) di bawah manajemen perseroan
terbatas (PT). Saat ini ada delapan BPR yang menjadi bawahan dari Ukabima di antaranya: Pangkal Pinang, Palembang,
Batam, Cilacap, Klaten, Gunung Kidul, Bali dan Pontianak. “Jambi dan Bandung
akan segera menyusul setelah izin
didapatkan” ungkap alumni
Fakultas MIPA UGM ini.
Tjandra Irawan melihat bahwa masyarakat menjadi miskin bukan
karena mereka tidak punya uang. “Coba lihat, ketika mereka akan mengadakan
hajatan atau mendaftarkan anak ke sekolah baru, mereka harus mengeluarkan uang
yang cukup besar. Ternyata mereka mampu memperoleh uang itu. Itu artinya mereka
sebenarnya memiliki kemampuan keuangan sebesar itu. Jadi masalahnya adalah
mereka tidak memiliki kemampuan untuk mengelola keuangan,” kata Irawan dengan
bersemangat.
Dengan produk tabungan ini, Irawan mendidik masyarakat untuk
mengelola keuangan. Untuk itu, Ukabima membuat tabungan rencana. “Tabungan ini
mengajak masyarakat untuk membuat perencanaan keuangan. Misalnya, mereka
membuat rencana tabungan hari raya, maka beberapa bulan sebelumnya mereka mulai
menabung. Tabungan ini akan diambil menjelang hari raya. Nasabah sendiri yang
menentukan target tabungan dan jumlah setoran, Dia bisa memilih setoran harian,
mingguan atau bulanan. Selanjutnya, petugas kami akan mendatangi nasabah untuk
menarik setoran tabungan itu,” papar Irawan.
Menurut
Irawan, orang harus bertanggung jawab atas hidupnya. Karena itu, seseorang
perlu punya rencana hidup ke depan agar sejahtera. ”Biasanya orang jadi
berantakan akibat tidak punya rencana dalam hidupnya,” sebutnya.
Untuk
itu, setiap orang harus punya uang cadangan darurat. Konsep ini sebenarnya
bukan sesuatu yang baru. Sudah lama masyarakat memiliki cadangan darurat dalam
bentuk sapi, emas atau lumbung padi.
Jika ada kebutuhan yang membutuhkan dana besar, maka cadangan darurat
ini dijual. Atas dasar inilah ia
mendorong wong cilik seperti petani, pedagang kecil (bakul,
pedagang kaki lima atau PKL) untuk menabung secara terencana.
“Tabungan
Rencana” ini membalik paradigma bahwa
menabung itu baru bisa dilakukan setelah ada sisa pengeluaran dari pengeluaran.
“Menabung
adalah bagian dari pengeluaran wajib setiap bulan. Itu kalau mau bertanggung
jawab atas hidup kita,” ujar Irawan. Ia meyakini, sekecil apa pun penghasilan
seseorang, dia pasti mampu menyisihkan sedikit penghasilannya untuk ditabung. Keyakinannya
itu terbukti. Jumlah setoran yang dikumpulkan oleh kolektor dari petani, bakul
pasar dan pedagang kaki lima cukup fantastis.
Dia
mencontohkan pernah menyarankan para bakul dan PKL di suatu pasar pagi untuk
menyisihkan uang Rp 1.000 per hari di koperasi. Setelah simpanan mencapai Rp 1
juta, mereka terkaget-kaget. Tak pernah terbayangkan sebelumnya mereka akan
mampu memiliki uang sampai Rp 1.000.000. Contoh itu menunjukkan bahwa pada dasarnya
rakyat kecil seperti pedagang kaki lima dan pemilik usaha mikro dan kecil di
pedesaan mau dan mampu menabung.
”Masyarakat
kita terbukti suka menabung,” tegasnya. Masalahnya, mereka membutuhkan orang
yang bersedia menarik setoran tabungan setiap hari dalam jumlah berapa pun.
Untuk itu, mereka tidak keberatan jika harus membayar uang jasa. “Besarnya uang
jasa itu bervariasi. Misalnya, jika uang jasanya 10 persen, maka ketika dia
menabung Rp. 1.000,’- maka dia memberikan Rp. 1.100,- Uang sebesar Rp. 100,-
adalah jasa untuk petugasnya,” ucap bapak dua anak yang bernama asli Tjan Jeek
Djiang ini. Meskipun tanpa bunga dan harus membayar administrasi, ternyata
produk tabungan ini ditanggapi masyarakat secara antusias.
Sebagai penghargaan kepada nasabah, BPR
Ukabima memberikan bonus
perlindungan asuransi. Dengan menggandeng perusahaan asuransi, Ukbima memberi layanan asuransi
jiwa bagi nasabah jika
saldo mencapai jumlah tertentu. “Misalnya saldonya telah mencapai Rp. 300.000, maka secara otomatis nasabah akan mendapat asuransi sebesar Rp.500.000 selama 3 bulan
ke depan. Mereka tidak perlu membayar premi asurans lagi, “papar pria kelahiran Pakualaman ini.
Dari kondisi ini, Irawan melihat bahwa masyarakat lapisan bawah sebenarnya sangat membutuhkan layanan perbankan. Kebutuhan itu sangat besar, sehingga sekalipun
semua perbankan yang ada sekarang ini menggarap bidang ini tetap saja masih ada
calon nasabah yang belum terlayani. “Hanya saja perlu diperhatikan bahwa produk
perbankan itu harus memahami
kebutuhan mereka,” jelasnya.
Di sinilah
peran BPR dibutuhkan sebagai lembaga keuangan mikro. Ukabima dalam hal ini telah memulainya dengan memberikan kredit mikro multiguna. Pinjaman yang diberikan kepada
masyarakat kecil tidak didasarkan pada prospek usahanya,
tetapi hanya berdasar cash
flow. “Nasabah tidak harus
membuat proposal untuk mendapatkan hutang dari Ukabima. Mengapa? Karena pada
dasarnya kita tidak bisa mengecek apakah uang tersebut benar-benar digunakan
untuk mengembangkan usaha. Mungkin saja dia memakai juga untuk keperluan lain.
Tapi kami tidak mempermasalahkan hal tersebut karena pinjaman yang dilakukannya
adalah kredit kecil” ungkap Irawan. Untuk agunan kredit, sistem yang
diterapkan BPR Ukabima sangat ringan. Apa saja yang bisa diagunkan nasabah
untuk mengajukan kreditnya – perabotan rumahtangga, perhiasan, dan sebagainya –
akan diterima.
Namun bagaimana dengan kemungkinan kredit
macet? Meski memberi kredit dengan syarat ringan, bukan berarti tidak
profesional. “Kami memberikan kredit
setelah melihat riwayat tabungan si nasabah” jelas Irawan. Nasabah yang dipercaya mendapat kredit
adalah nasabah yang bisa mempertanggungjawabkan tujuan peminjamannya. “Kalau nasabah tersebut tertib membayar,
maka jumlah cicilannya akan kami kurangi” tambah Irawan lagi.
Apa yang
dilakukan Irawan selama ini merupakan wujud pemenuhan janjinya meneruskan karya
Almarhum Pastor J.M. Melelchers SJ. Mantan gurunya itu meyakini bahwa uang bisa
menjadi sarana pendidikan, juga bisa menjadi sarana untuk pelayanan. Biasanya
orang sulit diajak bicara tentang Tuhan, namun lebih gampang diajak omong soal
duit. ”Romo Melchers melihat uang sudah merasuki kehidupan manusia secara
mendalam,” katanya.
Atas
dasar ini Irawan mencoba menerapkan penggunaan uang secara lebih manusiawi.
Dengan demikian, manusia bisa bertanggung jawab atas hidupnya sendiri,
merencanakan hidupnya dengan menjadi anggota koperasi agar hidupnya bisa lebih
sejahtera.
Melalui aktivitasnya di bidang keuangan mikro dan koperasi,
Tjandra Irawan telah melakukan pelayanan. “Menurut saya, setiap usaha harus sosial.
Menghasilkan uang bukan tujuan utama kami. Kalau hanya mengejar untung itu
namanya serakah. Cita-cita Ukabima adalah agar lembaga-lembaga perbankan bisa
bekerjasama menciptakan lembaga perbankan yang benar dan dipercaya masyarakat.
Kita harus bisa lebih meringankan beban masyarakat daripada usaha-usaha lain”
tutup Chandra untuk wawancaranya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar