Jumat, 17 Mei 2013

Motivator Agar si Miskin Menabung





Kalau Anda ditawari produk tabungan dengan bunga nol persen, apa tanggapan Anda? Anda mungkin berpikir, apakah orang yang menawarkan ini sudah gila? Tunggu dulu, penawaran ini masih ditambahi ketentuan lagi: Anda akan dibebani biaya administrasi. Bagaimana? Mungkin Anda akan berkata alay: Ciyus? Miapah? (Serius? Demi apa?)
Produk tabungan ini serius dan benar-benar ada. Adalah Joseph Tjandra Irawan yang menciptakan ide gila ini. Dia prihatin melihat sebagian besar masyarakat di Indonesia tidak bisa mengakses layanan perbankan. “Untuk menabung di bank, ada syarat jumlah minimum setoran pertama. Setelah itu, ada syarat jumlah minimum uang setoran tabungan. Hal ini menyulitkan masyarakat kalangan bawah untuk menabung di bank, “ papar Irawan saat ditemui Purnawan dan Lusiana di kediamannya di kawasan Sariharjo, Ngaglik, Sleman-DIY.
Untuk itulah dia membuat produk tabungan bagi lapisan masyarakat bawah. Tabungan ini tidak mensyaratkan jumlah minimum setoran. “Berapa pun jumlah uang yang disetor, kami terima. Bahkan hanya setor Rp. 500,- pun tetap diterima,” jelasnya. Tabungan ini merupakan salah satu produk dari BPR Ukabima (Usaha Karya Mandiri).
Ukabima didirikan pada tahun 1996 dengan visi untuk pemberdayaan masyarakat miskin, khususnya perempuan di daerah pedesaan, supaya mereka mampu mengatur kehidupan mereka sendiri dan meningkatkan standard hidup mereka dengan investasi ekonomi produktif. Ukabima sendiri merupakan warisan dari program keuangan mikro yang dikelola oleh Catholic Relief Services (CRS) Indonesia. Saat ini, ada lima pemegang saham Ukabima yang mewakili berbagai komunitas di Indonesia. Karena tujuan awalnya adalah pemberian kredit, maka Ukabima harus memiliki badan hukum. Karena itu, dibentuklah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di bawah manajemen perseroan terbatas (PT). Saat ini ada delapan BPR yang menjadi bawahan dari Ukabima di antaranya: Pangkal Pinang, Palembang, Batam, Cilacap, Klaten, Gunung Kidul, Bali dan Pontianak. “Jambi dan Bandung akan segera menyusul setelah izin didapatkan” ungkap alumni Fakultas MIPA UGM ini.
Tjandra Irawan melihat bahwa masyarakat menjadi miskin bukan karena mereka tidak punya uang. “Coba lihat, ketika mereka akan mengadakan hajatan atau mendaftarkan anak ke sekolah baru, mereka harus mengeluarkan uang yang cukup besar. Ternyata mereka mampu memperoleh uang itu. Itu artinya mereka sebenarnya memiliki kemampuan keuangan sebesar itu. Jadi masalahnya adalah mereka tidak memiliki kemampuan untuk mengelola keuangan,” kata Irawan dengan bersemangat.
Dengan produk tabungan ini, Irawan mendidik masyarakat untuk mengelola keuangan. Untuk itu, Ukabima membuat tabungan rencana. “Tabungan ini mengajak masyarakat untuk membuat perencanaan keuangan. Misalnya, mereka membuat rencana tabungan hari raya, maka beberapa bulan sebelumnya mereka mulai menabung. Tabungan ini akan diambil menjelang hari raya. Nasabah sendiri yang menentukan target tabungan dan jumlah setoran, Dia bisa memilih setoran harian, mingguan atau bulanan. Selanjutnya, petugas kami akan mendatangi nasabah untuk menarik setoran tabungan itu,” papar Irawan.
Menurut Irawan, orang harus bertanggung jawab atas hidupnya. Karena itu, seseorang perlu punya rencana hidup ke depan agar sejahtera. ”Biasanya orang jadi berantakan akibat tidak punya rencana dalam hidupnya,” sebutnya.
Untuk itu, setiap orang harus punya uang cadangan darurat. Konsep ini sebenarnya bukan sesuatu yang baru. Sudah lama masyarakat memiliki cadangan darurat dalam bentuk sapi, emas atau lumbung padi.  Jika ada kebutuhan yang membutuhkan dana besar, maka cadangan darurat ini dijual.  Atas dasar inilah ia mendorong wong cilik seperti petani, pedagang kecil (bakul, pedagang kaki lima atau PKL) untuk menabung secara terencana.
“Tabungan Rencana” ini membalik paradigma bahwa menabung itu baru bisa dilakukan setelah ada sisa pengeluaran dari pengeluaran.  
“Menabung adalah bagian dari pengeluaran wajib setiap bulan. Itu kalau mau bertanggung jawab atas hidup kita,” ujar Irawan. Ia meyakini, sekecil apa pun penghasilan seseorang, dia pasti mampu menyisihkan sedikit penghasilannya untuk ditabung. Keyakinannya itu terbukti. Jumlah setoran yang dikumpulkan oleh kolektor dari petani, bakul pasar dan pedagang kaki lima cukup fantastis.
Dia mencontohkan pernah menyarankan para bakul dan PKL di suatu pasar pagi untuk menyisihkan uang Rp 1.000 per hari di koperasi. Setelah simpanan mencapai Rp 1 juta, mereka terkaget-kaget. Tak pernah terbayangkan sebelumnya mereka akan mampu memiliki uang sampai Rp 1.000.000. Contoh itu menunjukkan bahwa pada dasarnya rakyat kecil seperti pedagang kaki lima dan pemilik usaha mikro dan kecil di pedesaan mau dan mampu menabung.

”Masyarakat kita terbukti suka menabung,” tegasnya. Masalahnya, mereka membutuhkan orang yang bersedia menarik setoran tabungan setiap hari dalam jumlah berapa pun. Untuk itu, mereka tidak keberatan jika harus membayar uang jasa. “Besarnya uang jasa itu bervariasi. Misalnya, jika uang jasanya 10 persen, maka ketika dia menabung Rp. 1.000,’- maka dia memberikan Rp. 1.100,- Uang sebesar Rp. 100,- adalah jasa untuk petugasnya,” ucap bapak dua anak yang bernama asli Tjan Jeek Djiang ini. Meskipun tanpa bunga dan harus membayar administrasi, ternyata produk tabungan ini ditanggapi masyarakat secara antusias.
Sebagai penghargaan kepada nasabah, BPR Ukabima memberikan bonus perlindungan asuransi. Dengan menggandeng perusahaan asuransi, Ukbima memberi layanan asuransi jiwa bagi nasabah jika saldo mencapai jumlah tertentu. “Misalnya saldonya telah mencapai Rp. 300.000, maka secara otomatis nasabah akan mendapat asuransi sebesar Rp.500.000 selama 3 bulan ke depan. Mereka tidak perlu membayar premi asurans lagi, “papar pria kelahiran Pakualaman ini.
Dari kondisi ini, Irawan melihat bahwa masyarakat lapisan bawah sebenarnya sangat membutuhkan layanan perbankan. Kebutuhan itu sangat besar, sehingga sekalipun semua perbankan yang ada sekarang ini menggarap bidang ini tetap saja masih ada calon nasabah yang belum terlayani. “Hanya saja perlu diperhatikan bahwa produk perbankan itu harus memahami kebutuhan mereka,” jelasnya.
Di sinilah peran BPR dibutuhkan sebagai lembaga keuangan mikro. Ukabima dalam hal ini telah memulainya dengan memberikan kredit mikro multiguna. Pinjaman yang diberikan kepada masyarakat kecil tidak didasarkan pada prospek usahanya, tetapi hanya berdasar cash flow. “Nasabah tidak harus membuat proposal untuk mendapatkan hutang dari Ukabima. Mengapa? Karena pada dasarnya kita tidak bisa mengecek apakah uang tersebut benar-benar digunakan untuk mengembangkan usaha. Mungkin saja dia memakai juga untuk keperluan lain. Tapi kami tidak mempermasalahkan hal tersebut karena pinjaman yang dilakukannya adalah kredit kecil” ungkap Irawan. Untuk agunan kredit, sistem yang diterapkan BPR Ukabima sangat ringan. Apa saja yang bisa diagunkan nasabah untuk mengajukan kreditnya – perabotan rumahtangga, perhiasan, dan sebagainya – akan diterima.
Namun bagaimana dengan kemungkinan kredit macet? Meski memberi kredit dengan syarat ringan, bukan berarti tidak profesional. “Kami memberikan kredit setelah melihat riwayat tabungan si nasabah” jelas Irawan. Nasabah yang dipercaya mendapat kredit adalah nasabah yang bisa mempertanggungjawabkan tujuan peminjamannya. “Kalau nasabah tersebut tertib membayar, maka jumlah cicilannya akan kami kurangi” tambah Irawan lagi.
Apa yang dilakukan Irawan selama ini merupakan wujud pemenuhan janjinya meneruskan karya Almarhum Pastor J.M. Melelchers SJ. Mantan gurunya itu meyakini bahwa uang bisa menjadi sarana pendidikan, juga bisa menjadi sarana untuk pelayanan. Biasanya orang sulit diajak bicara tentang Tuhan, namun lebih gampang diajak omong soal duit. ”Romo Melchers melihat uang sudah merasuki kehidupan manusia secara mendalam,” katanya.


Atas dasar ini Irawan mencoba menerapkan penggunaan uang secara lebih manusiawi. Dengan demikian, manusia bisa bertanggung jawab atas hidupnya sendiri, merencanakan hidupnya dengan menjadi anggota koperasi agar hidupnya bisa lebih sejahtera.
Melalui aktivitasnya di bidang keuangan mikro dan koperasi, Tjandra Irawan telah melakukan pelayanan. “Menurut saya, setiap usaha harus sosial. Menghasilkan uang bukan tujuan utama kami. Kalau hanya mengejar untung itu namanya serakah. Cita-cita Ukabima adalah agar lembaga-lembaga perbankan bisa bekerjasama menciptakan lembaga perbankan yang benar dan dipercaya masyarakat. Kita harus bisa lebih meringankan beban masyarakat daripada usaha-usaha lain” tutup Chandra untuk wawancaranya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar