Hari-hari Hasyim dan sebagian besar tukang becak di
Cianjur diwarnai perjuangan yang berat hanya untuk mendapatkan sedikit rupiah. Harga
sembilan bahan pokok yang terus meroket tinggi, membuat penarik becak dan
delman harus memikul beban yang makin tidak ringan. Ditambah persaingan dengan
para pengendara ojek dan angkutan umum kota (angkot) yang semakin kompetitif,
beban yang harus ditanggung para pengendara angkutan tradisional tersebut
semakin berat.
Menurut data yang dihimpun Radar Bogor pada akhir 2008,
jumlah penarik becak di Cianjur mencapai 1500 becak dan 500 delman. Mereka
mangkal tersebar di wilayah kota Cianjur, meliputi Jalan Shanghai, Jalan
Pangeran Hidayatullah, Jalan HOS Cokroaminoto-Mangunsarkoro serta Pasar Induk
Cianjur.
Mulyadi (61) penarik Becak di Pasar Induk Cianjur
mengeluhkan penghasilannya menurun. Pada tahun–tahun sebelumnya penghasilan
satu hari bisa membeli berbagai keperluan yang cukup, termasuk biaya pendidikan
dan kesehatan. Sedangkan saat ini hanya bisa untuk makan saja.
Setiap hari dia bisa mengumpulkan uang sebesar Rp.
25.000,- Jumlah itu harus dikurangi Rp.5000,- untuk sewa becak dan Rp. 10.000,-
Hanya tersisa Rp. 15.000,- untuk dibawa pulang. Meski penghasilan minim namun ebagian
besar penarik becak memilik masih terus “ngebecak” karena tidak punya keahlian
lain.
Melihat realitas ini, GKI Cianjur menggelar program“Peduli
Becak”, berupa pemberian kredit pengadaan becak serta peningkatan kemampuan
ekonomi para tukang becak dan keluarganya. Program ini didasarkan pada kerinduan
untuk melestarikan becak karena dirasakan moda transportasi ini ramah
lingkungan dan bagi beberapa orang cukup menghidupi.
Dalam program ini, GKI Cianjur memberi pinjaman tanpa
bunga kepada tukang becak agar bisa memiliki becaknya sendiri. Lamanya angsuran
tergantung pada harga becak. Biasanya para tukang becak memilih untuk membeli
becak baru yang harus dipesan di Cirebon. Harga becak baru beserta ongkos kirim
mencapai 2,5 juta rupiah.
Selain pengadaan becak, program ini juga melatih para
tukang becak atau keluarganya memiliki usaha lain. Kredit modal usaha diberikan
pada istri atau anak dari para tukang becak. Pinjaman diberikan dengan sistem
tanggung renteng (tanggung-jawab bersama di antara para tukang becak dalam satu
kelompok).
GKI Cianjur membuat program ini bukan karena kemampuan keuangannya
sudah mapan. Kenyataanya, malah neraca keuangan cenderung defisit. Akan tetapi
hal ini tidak menyurutkan GKI Ciancur untuk peduli pada masyarakat. Selain melakukan
penggalangan dana internal, GKI Cianjur juga pernah mendapat dukungan dari GKI Muara
Karang dan GKI Halimun.
Dampak dari program ini sudah dinikmati oleh Hasyim. Tukang
becak ini mendapat pinjaman untuk membeli becak bekas yang telah diremajakan
dengan harga Rp. 1.200.000,- Dia seharusnya mengembalikan hutang dengan
mengangsur sebanyak 12 kali, tapi dia berhasil melunasi pinjaman hanya dengan 8
kali angsuran.
Mengapa bisa selesai lebih cepat? Hasyim menjawab: “Saya ini orang kecil. Saya baru pertama
kali dipercaya dapat pinjaman sebesar ini, saya nggak mau ngecewain
gereja yang sudah kasih saya kredit”.
Saat ini Hasyim menjadi ujung tombak yang
merekomendasikan siapa yang layak diberikan pinjaman setiap kali ada dana yang
bisa disalurkan dalam program “peduli becak”ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar