Sabtu, 27 April 2013

Melestarikan Becak ala Cianjur


Hari-hari Hasyim dan sebagian besar tukang becak di Cianjur diwarnai perjuangan yang berat hanya untuk mendapatkan sedikit rupiah. Harga sembilan bahan pokok yang terus meroket tinggi, membuat penarik becak dan delman harus memikul beban yang makin tidak ringan. Ditambah persaingan dengan para pengendara ojek dan angkutan umum kota (angkot) yang semakin kompetitif, beban yang harus ditanggung para pengendara angkutan tradisional tersebut semakin berat.

Menurut data yang dihimpun Radar Bogor pada akhir 2008, jumlah penarik becak di Cianjur mencapai 1500 becak dan 500 delman. Mereka mangkal tersebar di wilayah kota Cianjur, meliputi Jalan Shanghai, Jalan Pangeran Hidayatullah, Jalan HOS Cokroaminoto-Mangunsarkoro serta Pasar Induk Cianjur.

Mulyadi (61) penarik Becak di Pasar Induk Cianjur mengeluhkan penghasilannya menurun. Pada tahun–tahun sebelumnya penghasilan satu hari bisa membeli berbagai keperluan yang cukup, termasuk biaya pendidikan dan kesehatan. Sedangkan saat ini hanya bisa untuk makan saja.
Setiap hari dia bisa mengumpulkan uang sebesar Rp. 25.000,- Jumlah itu harus dikurangi Rp.5000,- untuk sewa becak dan Rp. 10.000,- Hanya tersisa Rp. 15.000,- untuk dibawa pulang. Meski penghasilan minim namun ebagian besar penarik becak memilik masih terus “ngebecak” karena tidak punya keahlian lain.
Melihat realitas ini, GKI Cianjur menggelar program“Peduli Becak”, berupa pemberian kredit pengadaan becak serta peningkatan kemampuan ekonomi para tukang becak dan keluarganya. Program ini didasarkan pada kerinduan untuk melestarikan becak karena dirasakan moda transportasi ini ramah lingkungan dan bagi beberapa orang cukup menghidupi.
Dalam program ini, GKI Cianjur memberi pinjaman tanpa bunga kepada tukang becak agar bisa memiliki becaknya sendiri. Lamanya angsuran tergantung pada harga becak. Biasanya para tukang becak memilih untuk membeli becak baru yang harus dipesan di Cirebon. Harga becak baru beserta ongkos kirim mencapai 2,5 juta rupiah.

Selain pengadaan becak, program ini juga melatih para tukang becak atau keluarganya memiliki usaha lain. Kredit modal usaha diberikan pada istri atau anak dari para tukang becak. Pinjaman diberikan dengan sistem tanggung renteng (tanggung-jawab bersama di antara para tukang becak dalam satu kelompok).
GKI Cianjur membuat program ini bukan karena kemampuan keuangannya sudah mapan. Kenyataanya, malah neraca keuangan cenderung defisit. Akan tetapi hal ini tidak menyurutkan GKI Ciancur untuk peduli pada masyarakat. Selain melakukan penggalangan dana internal, GKI Cianjur juga pernah mendapat dukungan dari GKI Muara Karang dan GKI Halimun.
Dampak dari program ini sudah dinikmati oleh Hasyim. Tukang becak ini mendapat pinjaman untuk membeli becak bekas yang telah diremajakan dengan harga Rp. 1.200.000,- Dia seharusnya mengembalikan hutang dengan mengangsur sebanyak 12 kali, tapi dia berhasil melunasi pinjaman hanya dengan 8 kali angsuran.
Mengapa bisa selesai lebih cepat? Hasyim menjawab: Saya ini orang kecil. Saya baru pertama kali dipercaya dapat pinjaman sebesar ini, saya nggak mau ngecewain gereja yang sudah kasih saya kredit”.
Saat ini Hasyim menjadi ujung tombak yang merekomendasikan siapa yang layak diberikan pinjaman setiap kali ada dana yang bisa disalurkan dalam program “peduli becak”ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar